Oleh : Dr. Noviardi Ferzi*

Zabak.id, OPINI – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyepakati Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. Belanja negara ditetapkan sebesar Rp 3.061 triliun.

Meski tergolong fantastis besaran APBN 2023, penetapan ini saya nilai terlalu optimis. Karena, jika terlalu optimis, tentu ada sisi lain yang akan dikorbankan untuk mencapainya, katakanlah pengurangan subsidi untuk orang miskin dan masyarakat.

Dalam rencana awalnya saja, APBN ini memuat defisit anggaran Rp598,2 triliun atau 2,84% PDB. Defisit yang harus dicari tutupannya, baik melalui silpa, hutang atau mengorbankan belanja publik atau berharap durian runtuh kenaikan komoditas sumber daya alam seperti Batu bara, Nikel, Timah dan lainnya.

Pada pos pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp 2.463 triliun. Rinciannya adalah penerimaan perpajakan Rp 2.021,2 triliun, meliputi pajak Rp 1.718 triliun dan kepabeanan dan cukai Rp 303,2 triliun. Penerimaan negara bukan pajak ditargetkan Rp 441,4 triliun.

Pendapatan pajak yang ditarget hingga 2000 triliun lebih adalah sesuatu yang diragukan untuk tercapai. Kalaupun dipaksakan efeknya pisau bermata dua, membuat penerimaan pajak naik tapi kesejahteraan masyarakat makin menurun karena pajak yang tinggi.

Lalu belanja negara disediakan sebanyak Rp 3.061,2 triliun. Belanja pemerintah pusat Rp2.246,5 triliun, meliputi KL Rp 993,2 triliun dan non KL Rp 1.253,3 triliun. Sementara transfer ke daerah Rp814,7 triliun.

Dari hal ini kita melihat, penerimaan pajak diragukan realisasinya, pemerintah tetap melakukan rencana belanja yang besar. Padahal, peran APBN perlu dirumuskan dengan sangat hati-hati agar dapat optimal mempercepat pemulihan dan penciptaan lapangan kerja, serta menjadi penyerap risiko (shock absorber) dalam menghadapi tantangan global yang saat ini terjadi.

Dari sisi eksternal, perlu terus diwaspadai. Selain pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya selesai, ada dua tantangan besar lain perlu terus menjadi perhatian dan diantisipasi oleh Pemerintah yaitu lonjakan inflasi global, terutama akibat konflik Rusia- Ukraina dan percepatan pengetatan kebijakan moneter global, khususnya di Amerika Serikat.

Baca Juga :  Informasi Untuk Anda: Mengapa Laza-Aris Menjadi Calon Terkuat di Tanjab Timur

Selain itu, terdapat potensi risiko lainnya yang terus diwaspadai seperti biaya dana (cost of fund) yang tinggi, kenaikan harga komoditas, dan risiko stagflasi yaitu kondisi dimana terjadi inflasi dan perlambatan ekonomi secara bersamaan. Jika eskalasi risiko global terus berlanjut, perekonomian global dapat menghadapi tiga potensi krisis yaitu krisis pangan.

Dalam catatan saya, ada lima asumsi APBN 2023 yang sudah meleset saat ini. Pertama, asumsi pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan sebesar 5,3%. Kondisi ekonomi global yang diperkirakan akan suram tahun depan bakal berdampak terhadap ekonomi domestik.

Asumsi dasar APBN perlu disesuaikan dengan kondisi terkini. Pasalnya, APBN merupakan acuan pemerintah dalam menerapkan kebijakan ke depan. Deviasi asumsi dasar ekonomi yang terlalu jauh dari kondisi terkini, akan membawa dampak tidak langsung ke perekonomian.

Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 hanya berada di kisaran 4,5% hingga 5%. Kenapa Pertumbuhan Ekonomi dijadikan asumsi penting dalam penyusunan APBN.

Hal ini karena pertumbuhan ekonomi menunjukkan aktivitas perekonomian dalam menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.

Pertumbuhan ekonomi diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB menjadi salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu. PDB dapat ditunjukkan dengan dasar harga berlaku maupun harga konstan.

Baca Juga :  Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu Serentak Tahun 2024

Kedua, inflasi. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) memberi dampak langsung maupun dampak lanjutan (second round impact) pada inflasi. David melihat, tingginya inflasi masih berlanjut ke tahun depan, dengan perkiraan rerata sebesar 4% hingga 5%, lebih tinggi dari target 3,6%.

Inflasi penting diproyeksikan dalam penyusunan APBN, karena situasi kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu yang terjadi secara meluas pada banyak aspek barang (bukan pada satu atau dua barang saja) menentukan bobot pembiayaan.

Disamping itu Inflasi dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum. Jika harga barang dan jasa di dalam negeri meningkat, maka inflasi mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa menyebabkan turunnya nilai uang.

Ketiga, nilai tukar rupiah. Dengan pelemahan nilai tukar rupiah di kisaran Rp 15.600 per dollar Amerika Serikat (AS) , David melihat sulit bagi dollar AS kembali ke level Rp 14.000 di tahun depan. apalagi The Fed diperkirakan akan mengerek bunga acuannya lebih tinggi lagi. Proyeksi rerata nilai tukar dollar AS tahun depan akan berkisar Rp 15.500.

Nilai tukar mulai digunakan sejak terjadinya transaksi jual beli barang/jasa antar negara yang menggunakan mata uang berbeda pada sistem perekonomian terbuka. Perbedaan dan perubahan harga barang yang diperdagangkan dari waktu ke waktu yang dihitung berdasarkan mata uang asing akan menentukan perubahan nilai tukar mata uang yang melakukan transaksi perdagangan.

Apa kaitannya dengan APBN? Penentuan nilai APBN selalu berdasarkan pada asumsi nilai tukar karena dalam APBN terdapat komponen belanja pembayaran bunga utang luar negeri yang harus dibayarkan dalam mata uang asing.

Baca Juga :  Tanjab Timur Butuh Pemimpin Visioner

Keempat, asumsi suku bunga SUN tenor 10 tahun yang dalam APBN 2023 ditetapkan sekitar 7,9%. suku bunga SUN tenor 10 tahun pada 2023 akan berkisar 7,5% hingga 8,5%.

Sedangkan suku bunga acuan BI yang naik. Sekarang (posisi Oktober 2022), suku bunga acuan sudah 4,75%. Mungkin akhir tahun di kisaran 5,2% hingga 5,5%, sehingga bisa saja yield SUN 10 tahun di tahun depan ada di kisaran 7,5% hingga 8,5%.

Suku bunga SBN merupakan suku bunga surat utang negara (SUN). SUN dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara sesuai masa berlakunya. Tingkat suku bunga SBN dengan tenor 10 tahun dipakai sebagai dasar perhitungan tingkat bunga SUN dengan variabel rate.

SUN digunakan oleh pemerintah untuk membiayai defisit APBN serta menutup kekurangan kas jangka pendek dalam periode satu tahun anggaran. Perubahan tingkat suku bunga SBN 10 tahun akan berdampak pada sisi belanja negara terutama pada pembayaran bunga utang.

Kelima, harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) yang tahun depan bisa berada di kisaran US$ 90 – US$ 100 per barel.

Pengertian Lifting Minyak dan Gas

Lifting minyak dan gas adalah produksi minyak dan gas siap jual dan juga dikatakan sebagai satuan biaya untuk membawa 1 barel minyak mentah ke atas permukaan tanah.

Karena hampir seluruh aktivitas ekonomi membutuhkan energi yang berasal dari bahan bakar yang sebagian besar berasal dari minyak. Lifting minyak dan gas bumi menjadi tolak ukur utama kinerja industri hulu migas karena langsung mempengaruhi penerimaan negara.