Oleh : Musri Nauli

Zabak.id, OPINI – Rasanya menikmati sensasi mudik di Minangkabau tidak dapat dilepaskan dari makanan. Makanan yang kaya rempah.

Setelah dari Padang menuju ke Painan, biasa dikenal “Muara”, berjejer makanan yang menjadikan Kepala Ikan sebagai “simbol”. Gulai Kepala Ikan Karang.

Menurut pemilik warung yang kami singgahi, “ramuan rahasia” terdiri dari Kepala Ikan Karang, Kepala satu buah untuk dijadikan santan.

Sedangkan bumbunya terdapat jahe, kunyit, cabe giling, daun Jeruk, daun salam, sereh, lengkuas, asam kandis, Jeruk nipis, daun ruku-ruku-ruku, cabe rawit, garam dan bumbu lainnya.

Baca Juga :  Perda untuk Pesantren: Membangun Generasi Bersinar (Bersih Narkoba)

Rasanya….. Maknyus.

“Enak bana’ “, kata orang disebelah kursi kami.

Makanan ini lebih khas dan berbeda dengan Kepala Ikan Kakap di rumah makan Sederhana yang terkenal.

Sehabis memakannya, “langsung” nyut-nyut di Kepala. Menandakan tinggi kolesterol yang didapatkan dari rasa kuahnya.

Namun dengan “menikmati” bawang merah mentah yang cukup dipotong-potong tanpa dimasak dan jeruk perasan didalam menikmati jeruk hangat, rasanya “nyut-nyut langsung hilang.

Saya sendiri tidak berani menyebutkan. Mengapa setelah menikmati “kemewahan” dari bumbu rempah-rempah khas Minangkabau ini kemudian dilanjutkan makan bawang Merah mentah (walaupun Sudah dipotong-potong) dan perasan air Jeruk, rasa “nyut-nyut” akibat kolesterol kemudian menjadi hilang.

Baca Juga :  Adu Strategi Politik Dalam Memenangkan Pilkada di Tanjab Timur

Ah. Biarlah itu menjadi jawaban dari Ahli biologi ataupun tataboga untuk menyebutkannya.

Namun sensasi menikmati “gulai kepala ikan Karang’, menjadi agenda ritual ketika menyusuri Pantai. Terutama sepanjang pantai Padang – Painan.