Oleh : Lelyta Auliya*

Dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat tenaga kerja serta membangun masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materil maupun spiritual. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilaksanakan dalam rangka pembangunan dari masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Pemerintah telah memberikan bantuan kepada masyarakat Indonesia baik dalam bidang pendidikan maupun dalam bidang ekonomi atau yang biasa dikenal dengan sebutan bansos (bantuan sosial).

Pada dasarnya semua ini dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan bukan lain adalah sebagai program yang dianggap mampu untuk menunjang sarana pemerataan ekonomi di Indonesia.

Notabennya tidak jauh daripada julukan negara Indonesia adalah negara berkembang yang sedang berupaya mendongkrak ekonomi masyarakat dan mengentas dari garis kemiskinan.

Sebagaimana mestinya bahwa tolak ukur negara dikatakan maju apabila kesejahteraan rakyat menjadi prioritasnya.

Terdapat beberapa program pemerintah yang sudah terealisasikan dan sedang berjalan diantaranya adalah Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang menjadi program unggulan presiden Joko Widodo.

Program ini diperuntukkan bagi anak sekolah usia (6-21 tahun) untuk memberikan manfaat pendidikan secara optimal. Selain KIP, adapun program lain yakni Bantuan Sosial Non Tunai (BSNT).

Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai (BSNT). Program ini diharapkan dapat mempermudah masyarakat dalam mengakses layanan keuangan formal sehingga, mempercepat program inklusi keuangan.

Bantuan Sosial Non Tunai (BSNT) diberikan dalam rangka program penanggulangan kemiskinan yang meliputi perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, rehabilitasi sosial, dan pelayanan dasar.

Baca Juga :  Peran Orang Tua Dalam Membentuk Kepribadian yang Moralis dan Agamis

Penyaluran bansos non tunai kepada masyarakat dinilai lebih efisien, tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, kualitas, dan administrasi.

Selain itu juga dapat membiasakan masyarakat untuk menabung karena dapat mengatur sendiri pencairan dana bantuannya.

Fenomena mendarah daging yang sudah melekat seperti tradisi di masyarakat. Kebanyakan orang bertanya-tanya mengenai gaya hidup masyarakat kita yang seperti tidak ada pembeda antara orang-orang yang tergolong mampu. Baik golongan mencegah atas sampai golongan mencegah bawah. Semua hidup beriringan dengan lifestyle yang sama. Sehingga menimbulkan banyak asumsi adanya penyalahgunaan bansos.

Dalam laporannya, BPK menyebutkan ada kesalahan penyaluran bansos pemerintah yang tidak sesuai ketentuan sehingga, penerima manfaat tidak tepat sasaran. BPK juga menemukan penerima bansos tahun lalu telah meninggal dunia namun masih masuk dalam data Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Ungkap salah satu Kepala Desa bapak “H” dalam rapat tim DTKS terbuka, disebutkan terdapat beberapa faktor penghambat terjadinya bansos itu tidak tepat sasaran. Yang pertama adanya kendala dari pihak pegawai kecamatan yang malas bekerja sehingga, data yang dihasilkan oleh kecamatan tidak di update melainkan masih menggunakan data lama.

Data ini diteruskan kepada pemerintah desa selaku penyalur bantuan yang dinilai dekat dan lebih mengenal masyarakat setempat. Jika data dari kecamatan sudah turun maka, pemerintah desa tidak memiliki hak untuk mengganti ataupun merubah data tersebut.

Baca Juga :  Program Dumisake Tingkatkan Kualitas Hunian Melalui Bedah Rumah

Jadi tidak heran apabila terdapat fenomena di masyarakat bahwa penerima BSNT adalah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tetap dan tidak berubah. Sehingga memiliki kesan bahwa bantuan tidak di rolling dengan warga lain yang sama-sama membutuhkan.

Faktor kedua yang mempengaruhi adalah adanya system kekeluargaan yang sudah mentradisi dikalangan masyarakat pedesaan. Masyarakat akan cenderung mudah mendapatkan bansos baik BSNT berupa bahan kebutuhan pokok sampai dengan bedah rumah hanya karena dekat dengan perangkat desa atau masih memiliki hubungan family dengan orang terkait yang memiliki wewenang jabatan di pemerintahan desa.

Kurangnya pengawasan oleh pemerintah pusat sehingga masih banyak aparat yang menyalahgunakan tanggungjawab dan wewenangnya.

Tingkat pendidikan masyarakat desa yang cenderung rendah menjadi faktor utama mudah dipolitisi dan tidak berani untuk menentang tindak aparat desa yang menyeleweng.

Fenomena serupa juga terjadi di lingkungan pendidikan pada kalangan mahasiswa. 75% mahasiswa penerima beasiswa KIP memanfaatkan biaya pendidikan untuk gaya hidup hedonisme. Jika dilihat dengan berbagai macam kacamata, justru mereka terlihat seperti masyarakat golongan menengah atas dengan berbagai macam lifestyle kekinian.

Timbul berbagai macam pertanyaan dan pikiran negatif, apakah sistem di dalam proses penerimaan beasiswa KIP juga kurang sehat atau juga tidak menutup kemungkinan salah sasaran. Atau justru memang dari pihak penerima beasiswa yang menyalahgunakan dana bantuan KIP tidak sesuai dengan porsinya. Yang mana artinya bantuan dari pemerintah tidak digunakan dengan semestinya untuk biaya kepentingan pendidikan atau sekolah.

Baca Juga :  Gubernur Jambi di kancah Internasional

Sebagai generasi milenial tonggak penerus bangsa maka, saatnya kita turut berperan dalam kegiatan bermasyarakat agar kita mengetahui pokok permasalahan yang sedang terjadi. Apakah aksi lapangan selaras dengan peraturan pemerintah. Karena jika sudah tiba masanya kitalah yang akan menggantikan peran bapak / ibu yang sekarang duduk di kursi pemerintahan.

Pemerintah sudah bekerja keras dan melakukan berbagai macam upaya untuk negara tercinta khususnya dalam bidang ekonomi. Maka kita sebagai tonggak penerus bangsa ditengah kemajuan IPTEK jadilah generasi kreatif dan inovatif yang mampu membawa perubahan di masa mendatang dengan mengantongi berbagai macam potensi untuk mengharumkan citra ibu pertiwi dengan berbagai macam hal positif.

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya” termasuk mengapresiasi upaya pemerintah untuk pemerataan ekonomi dan pendidikan di Indonesia. Kita sebagai support system mulailah mem-branding diri menjadi seorang pemimpin bangsa yang tegas dan bersahaja.

“Mengentas kebusukan sebagian aparat yang tidak bertanggungjawab adalah tugas kita!”.

*Penulis adalah Mahasiswi aktif UIN Sunan Ampel Surabaya, Progam Studi: Komunikasi dan Penyiaran Islam