Oleh: Taufik Irwansyah*

Zabak.id, OPINI – Sebanyak 6,3 juta anak di Indonesia mengalamai stunting. Angka stunting pada 2023 turun 4 persen menjadi 17 persen, Oleh sebab itu target yang disampaikan presiden jokowi adalah penurunan angka menjadi 14% di tahun 2024.

Ini harus bisa masyarakat capai, dengan kekuatan para pemegang kebijakan dan orantua bersama semuanya bisa bergerak. Angka itu bukan angka yang sulit untuk dicapai asal semuanya bekerja bersama-sama,anggaran negara untuk kementrian kesehatan sebesar Rp186,4 triliun pada tahun 2024 diharapkan bisa mengurangi angka stunting.

Infrastruktur dan lembaga yang ada, harus digerakkan untuk memudahkan menyelesaikan persoalan stunting. Dari lingkungan mulai dari air bersih, sanitasi, rumah yang sehat, ini merupakan kerja terintegrasi dan harus terkonsolidasi.

Jadi target 14% itu bukan target yang sulit hanya kita mau atau tidak mau. Asalkan kita bisa mengonsolidasikan semuanya dan jangan sampai keliru cara pemberian gizi, penurunan kasus stunting diharapkan bisa lebih tajam lagi sehingga target penurunan stunting di angka 14% di 2024 dapat tercapai.

Secara jumlah yang paling banyak penurunan angka stunting adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Banten. Metode survei seperti ini sudah di lakukan selama 3 tahun, bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.

Adapun cara untuk mengejar penurunan stunting hingga 14% artinya mesti turun 3,8% selama 2 tahun berturut-turut. Caranya mesti dikoordinasi oleh BKKBN dan berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga lain.Standard WHO terkait prevalensi stunting harus di angka kurang dari 20%.

Baca Juga :  Permata Tanjung Jabung Timur Syekh Muhammad Arifin Bin Khumaini Banafi' (1891-1961)

Kementerian Kesehatan melakukan intervensi spesifik melalui 2 cara utama yakni intervensi gizi pada ibu sebelum dan saat hamil, serta intervensi pada anak usia 6 sampai 2 tahun.

Pemerintah sendiri ingin mensukseskan Perpres nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dengan 5 pilar.

Pilar pertama adalah komitmen, pilar kedua adalah pencegahan stunting, pilar ketiga harus bisa melakukan konvergensi, pilar keempat menyediakan pangan yang baik, dan pilar kelima melakukan inovasi terobosan dan data yang baik.

Inilah pilar yang harus ditegakkan. Tahun sebelumnya, ada 2 juta perempuan yang menikah dalam setahun. Dari 2 juta setahun itu yang hamil di tahun pertama 1,6 juta, dari 1,6 juta yang stunting masih 400 ribu.

Dalam hal ini Kementerian Agama sudah mengeluarkan kebijakan untuk 3 bulan sebelum menikah, calon pengantin harus diperiksa dulu kalau ada anemia dan kurang gizi diimbau menunda kehamilan dulu demi kesehatan ibu dan bayi sampai gizi tercukupi.

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang disusun untuk mengurangi angka prevalensi stunting pada tahun 2024 sangatlah penting dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Stunting atau kekurangan gizi kronis pada anak-anak, adalah masalah serius yang mempengaruhi pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif mereka. Oleh karena itu, strategi yang terintegrasi dan berkelanjutan harus diimplementasikan melalui alokasi anggaran yang memadai.

Baca Juga :  Adu Visi Dillah-MT Vs Laza-Aris, Pengamat: Visi "BANGKIT" Lebih Kuat Secara Retorika, "MERATA" Dinilai Kurang Menyentuh

Berikut adalah beberapa poin opini tentang RAPBN untuk mengurangi prevalensi stunting:

1.Alokasi Dana Prioritas: RAPBN harus mengalokasikan dana yang cukup untuk program-program prioritas yang berfokus pada pencegahan dan penanggulangan stunting. Dana yang signifikan harus dialokasikan untuk gizi masyarakat, khususnya untuk ibu hamil, bayi, dan anak-anak balita.

2.Penguatan Program Gizi: Anggaran harus diprioritaskan untuk program-program yang berfokus pada pencegahan stunting, seperti pemberian makanan tambahan, suplemen gizi, serta pendidikan gizi bagi ibu hamil dan balita. Ini termasuk pula program pemantauan pertumbuhan anak dan penyuluhan tentang gizi yang seimbang.

3.Akses Terhadap Pelayanan Kesehatan: RAPBN harus mendukung peningkatan aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan, terutama di daerah pedesaan dan daerah terpencil. Hal ini dapat dicapai melalui alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur kesehatan dan peningkatan jumlah tenaga kesehatan yang berkualitas.

4.Penguatan Kerjasama Antar-Sektor: RAPBN harus mendorong kerjasama antara sektor kesehatan, pendidikan, pertanian, dan ekonomi guna menghadapi stunting secara komprehensif. Program-program lintas sektoral harus didukung dan dibiayai secara memadai.

5.Monitoring dan Evaluasi Berkelanjutan: RAPBN harus mengalokasikan dana untuk sistem monitoring dan evaluasi yang efektif guna memastikan bahwa program-program yang telah dijalankan memberikan dampak yang signifikan dalam mengurangi prevalensi stunting. Data mengenai pertumbuhan anak dan status gizi harus terus dipantau dan dievaluasi untuk menentukan keberhasilan intervensi.

Baca Juga :  Adu Strategi Politik Dalam Memenangkan Pilkada di Tanjab Timur

Angka prevalensi stunting anak di tahun sebelumnya dan target penurunan yang diinginkan. Anggaran yang dialokasikan untuk program-program gizi dan kesehatan, termasuk alokasi khusus untuk penanggulangan stunting.Jumlah dana yang dialokasikan untuk infrastruktur kesehatan dan peningkatan aksesibilitas terhadap layanan kesehatan di daerah-daerah terpencil.

Hasil evaluasi program-program yang telah dilaksanakan sebelumnya untuk menentukan keberhasilan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.

Dengan menggabungkan alokasi dana yang tepat dengan strategi yang terkoordinasi dengan baik, RAPBN dapat menjadi instrumen efektif dalam mengurangi angka prevalensi stunting dan meningkatkan kesejahteraan anak-anak di Indonesia.

6.Pemberdayaan Perempuan: Perempuan harus didorong untuk mendapatkan akses pendidikan yang lebih baik dan kesempatan ekonomi. Hal ini dapat meningkatkan kesadaran mereka akan pentingnya nutrisi yang tepat selama kehamilan dan masa menyusui.

7.Intervensi Lingkungan: Meningkatkan sanitasi dan air bersih sangat penting untuk mencegah penyakit dan infeksi yang dapat menghambat pertumbuhan anak. Pembangunan infrastruktur sanitasi yang lebih baik di daerah-daerah terpencil adalah suatu keharusan.

Pendidikan tentang pentingnya gizi seimbang: ola makan yang baik, dan praktek sanitasi yang bersih harus disampaikan kepada masyarakat secara terus-menerus. Ini dapat dilakukan melalui kampanye pendidikan, seminar, dan program komunitas.

*Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Magister Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Jakarta