Kreator: Cahyadi Takariawan

Zabak.id – Dalam kehidupan keluarga, suami dan isteri harus membangun relasi yang produktif sehingga bisa mendapatkan kondisi rumah tangga yang harmonis dan bahagia. Mereka tidak sekedar tinggal bersama dalam sebuah rumah, atau tidur bersama di suatu kamar. Pasangan suami isteri harus selalu berkomunikasi dan berinteraksi secara positif satu dengan yang lain.

Mereka berdua sebagai aktor utama pembentuk kehidupan rumah tangga, harus membangun interaksi yang menyenangkan, melegakan, menenteramkan dan sekaligus produktif dalam kebaikan. Sinergi kedua belah pihak menjadi mutlak diperlukan agar mampu menghadirkan suasana interaksi yang menyenangkan.

Tidak bisa dibayangkan bagaimana suami dan isteri yang saling mendiamkan tanpa komunikasi, padahal mereka hidup bersama dalam sebuah rumah tangga. Tentu akan sangat menyiksa. Suasana rumah tangga berubah menjadi horor yang membuat tidak nyaman semua anggotanya.

Al-Qur’an telah mengarahkan, agar suami dan istri melakukan pergaulan dengan cara yang baik (mu’asyarah bil ma’ruf). Allah Ta’ala telah berfirman,

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS. An Nisa’ : 19).

Penjelasan Ibnu Katsir

Menjelaskan ayat tersebut, Ibnu Katsir mengatakan, “Yakni perbaguslah ucapan kalian kepada mereka, dan perbaguslah perbuatan kalian dan keadaan kalian sesuai kemampuan kalian, sebagaimana kalian menyukai hal itu dari mereka. Oleh karena itu, lakukanlah hal yang sama terhadap mereka, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf” (QS. Al Baqarah : 228).

Selanjutnya, Ibnu Katsir memberikan contoh teladan perilaku Nabi saw terhadap istri beliau. Di antaranya adalah selalu menampakkan kebahagiaan, bermain-main dengan istri, kasih sayang dan bersikap lembut, melonggarkan nafkah, bergurau dengan mereka dan lain sebagainya.

Menurut Ibnu Katsir, ayat di atas memerintahkan kepada para suami untuk:

– Memperbagus ucapan kepada istri
– Memperbagus perbuatan / tindakan kepada istri
– Memperbagus keadaan / penampilan kepada istri

Baca Juga :  Pertunjukan Teater ‘Tuhan, Tolong Bunuh Emak’ Bius Penonton dengan Rasa Haru dan Isak Tangis

Kesemuanya disertai dengan sikap empati, yaitu memperbagus ucapan, perbuatan serta keadaan diri –sebagaimana ia ingin hal itu dilakukan istri kepada dirinya. Jika ingin sang istri bertutur kata lembut dan sopan kepada dirinya, maka suami harus berutur kata lembut dan sopan kepada istri.

Jika ingin sang istri berbuat baik kepada dirinya, maka suami harus berbuat baik kepada istri. Jika ingin sang istri berpenampilan cantik, wangi dan seksi di hadapan dirinya, maka suami harus berpenampilan tampan, wangi dan menarik di hadapan istri. Hal ini berlaku secara timbal balik, dari suami ke istri dan dari istri ke suami. Berlaku tuntutan yang sama.

Penjelasan Imam Al-Qurthubi

Al-Qurthubi menjelaskan dalam kitab tafsirnya, “Yakni berdasarkan apa yang diperintahkan Allah berupa mempergauli mereka dengan baik. Perintah ini berlaku untuk semuanya (kedua pihak). Sebab, masing-masing berhak mendapat perlakuan yang baik, baik suami maupun isteri”.

“Tetapi yang dikehendaki dari perintah ini secara umum adalah para suami. Yaitu dengan menyempurnakan haknya berupa mahar dan nafkah, tidak berwajah masam di hadapannya tanpa kesalahan, berbicara yang manis dan tidak kasar serta tidak menampakkan kecenderungan kepada wanita lain,” demikian lanjut Al-Qurthubi.

Ibnu ‘Abbas ra berkata, “Aku senang berhias untuk isteriku, sebagaimana aku senang dia berhias untukku.” Mengomentari ungkapan Ibnu ‘Abbas, Al Qurthubi menyatakan, “Menurut para ulama, perhiasan pria itu berbeda-beda sesuai keadaan mereka. Demikian halnya mengenai pakaian, dan tujuan semua ini adalah untuk memenuhi hak-hak”.

“Suami hanyalah melakukan yang selaras, agar dia di sisi isterinya dalam keadaan berhias yang membuatnya senang dan menghalanginya (berpaling) terhadap lelaki selainnya… Jika seorang lelaki melihat dirinya tidak mampu melaksanakan haknya di tempat tidur, maka ia harus berusaha berobat yang dapat menambah gairahnya dan menguatkan syahwatnya sehingga dapat melindungi kesucian isterinya.”

Penjelasan Al-Qurthubi di atas telah menambahkan poin yang harus dilakukan suami terhadap istri, yaitu:

Baca Juga :  Buka Rakerwil BKMT, Al Haris: Pemprov Jambi Dukung Demi Memajukan dan Menyejahterkan Masyarakat

Memberikan mahar dan nafkah yang patut
Tidak berwajah masam di hadapan istri
Berbicara yang manis dan tidak kasar
Tidak menampakkan kecenderungan kepada wanita lain
Bernampilan yang menyenangkan istri
Mampu menyenangkan istri di ranjang
Poin-poin di atas, berlaku  pula secara timbal balik, dari suami ke istri dan dari istri ke suami. Kedua belah harus saling memberikan yang terbaik bagi pasangannya. Dengan cara seperti itu, keduanya mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan dalam pernikahan.

Penjelasan Musthafa Al-Maraghi

Dalam kitab tafsirnya, Musthafa Al-Maraghi menjelaskan cara mempergauli istri dengan cara yang baik, yaitu:

– Menggauli dengan cara yang disenangi oleh istri, sepanjang tidak melanggar hukum syara’ dan tradisi / kesopanan.
– Jangan pernah mempersempit nafkah istri.
– Jangan menyakiti istri baik dengan perkataan maupun perbuatan.
– Jangan menatap istri dengan wajah muram.
– Jangan mengerutkan dahi di hadapan istri.

Penjelasan Muhammad Abduh

Dalam kitab tafsirnya, Muhammad Abduh menjelaskan makna mu’asyarah bil ma’ruf, “Artinya wajib bagi kalian wahai orang-orang mukmin untuk mempergauli isteri-isteri kalian dengan bijak, yaitu menemani dan mempergauli mereka dengan cara yang makruf yang mereka kenal dan disukai hati mereka, serta tidak dianggap mungkar oleh syara’, tradisi dan kesopanan”.

“Maka mempersempit nafkah dan menyakitinya dengan perkataan atau perbuatan, banyak cemberut dan bermuka masam ketika bertemu mereka, semua itu menafikan pergaulan secara makruf,” demikian penjelasan Muhammad Abduh.

Poin penting yang dijelaskan Muhammad Abduh adalah mempergauli istri dengan cara yang makruf yang dikenal dan disukai hati istri. Maka ada empat tindakan yang dianggap melanggar perintah ayat ini, yaitu:

– Mempersempit nafkah

– Menyakiti istri dengan perkataan

– Menyakiti istri dengan perbuatan

– Banyak cemberut dan bermuka masam ketika bertemu istri.

Empat tindakan di atas –dan yang semacam dengan itu, harus dihindari. Karena semuanya merupakan contoh perbuatan yang tidak menyenangkan. Pasangan suami istri harus bersinergi untuk menghindari tindakan yang tidak sesuai dengan perintah mu’asyarah bil ma’ruf.

Baca Juga :  Forum Literasi SatuPena Jambi akan Dikukuhkan Awal Juni

Penjelasan Kitab Li Yaddabbaru Ayatih

Dalam kitab tafsir Li Yaddabbaru Ayatih karya Markaz Tadabbur dijelaskan, “Salah satu perbuatan ma’ruf dan terpuji kepada pasangan adalah mengucapkan kalimat manis penuh kasih sayang kepada istri tercinta yang akan menyirami hatinya. Maka dari itu, haram bagi seorang suami mengeluarkan kata-kata dingin tak berperasaan yang menyakiti istri dengan alasan apapun”.

Menurut kitab Li Yaddabbaru Ayatih, dalam interaksi dengan istri, para suami harus mengucapkan kalimat manis dan penuh kasih sayang. Bahkan secara tegas dinyatakan, “Haram bagi seorang suami mengeluarkan kata-kata dingin tak berperasaan yang menyakiti istri dengan alasan apapun”.

Tentu saja hal ini juga berlaku secara timbal balik. Dari suami ke istri, dan dari istri ke suami. Saling bertutur kata lembut, dan tidak mengeluarkan perkataan yang menyakiti pasangan.

Penjelasan Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di

Dalam kitab tafsirnya, Syaikh As-Sa’di menyatakan,  ayat “dan bergaullah dengan mereka secara patut” mencakup pergaulan dengan perkataan maupun perbuatan. Suami wajib menggauli istrinya dengan baik, berupa hubungan yang baik, mencegah adanya gangguan, memberikan kebaikan, dan ramah dalam bermuamalah, termasuk memberi nafkah serta pakaian dan semacamnya.

“Suami wajib memberikan kebutuhan istri sesuai standar yang disesuaikan dengan kemampuan suami pada masa dan tempat tersebut. Hal ini tentunya akan berbeda sesuai dengan perbedaan kondisinya. Semua kebaikan tersebut harus dibarengi dengan kemampuan masing-masing pasangan dalam mempertahankan ikatan suci pernikahan tanpa melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah”, demikian penuturan Syaikh As-Sa’di.

Demikianlah berbagai sikap, perkataan, tindakan, perbuatan, dan perilaku suami istri dalam kehidupan berumah tangga. Interaksi yang baik sesuai perintah Al-Qur’an dan contoh dari Nabi Muhammad saw, akan menghantarkan kita semua menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah serta pernuh berkah. Keluarga yang bahagia dan menyenangkan di dunia hingga di surga.