Antara Takdir Politik dan Kebetulan Part I

Oleh: Ansori Barata*

Zabak.id, OPINI – Dalam arena politik, perdebatan tentang peran takdir dan kebetulan sering kali menjadi diskursus yang menarik dan menantang. Sehabis perhelatan Pileg 2024 Februari lalu, seorang Caleg gagal dihibur seorang sahabatnya sambil berkata “Memang belum ado garis tangan Lur, tunggu periode depan lagi” Ujarnya dengan bahasa Melayu yang kental sambil melempar alibi kekalahan pada “peran takdir” Padahal, ia sendiri yang paling keras meyakinkan sang Caleg gagal sebelumnya -beberapa bulan sebelum pileg- bahwa tak ada alasan Si caleg gagal tidak terpilih. Itu diucapkannya – beberapa jam- sebelum sang Caleg mengeluarkan amplop perjuangan dengan wajah sumringah, yakin menang.

Selain takdir, fenomena kebetulan juga kerap terjadi dan muncul dalam arena politik. Pada pilgub Sulawesi Selatan 2018 lalu, dua kontestan Calon Gubernur ternyata bernama depan yang sama, Nurdin Abdullah dan Nurdin Halid. Ini mungkin kebetulan yang tidak terlalu Istimewa. Bagaimana dengan muncul nya dua nama Sani dalam pilgub Jambi 2024 kali ini? Sani yang pertama adalah Abdullah Sani, sang petahana wakil calon gubernur Alharis. Sani yang kedua ada Saniatul Latifah calon wagub dari Romi Haryanto, sang penatang dari Timur. Jika merasa kebetulan nama ini belum istimewa, mari kita telisik sekali lagi.

Fenomena “Duo Sani” dalam Pilgub Jambi 2024, di mana Abdullah Sani dan Saniatul bersaing sebagai calon wakil gubernur, menjadi manifestasi nyata bagaimana kebetulan bisa diinterpretasikan sebagai takdir politik yang menggelitik imajinasi. Taruhlah sekedar nama belum begitu menarik. Sekarang perhatikan, kedua-duanya di posisi wakil, kedua duanya etnis Jawa, dan kata Sani dalam bahasa Arab berasal dari kata Tsani, Atsaniyah, yang berarti nomor dua atau yang kedua. Sekarang sedikit lebih jelas bukan, jika kebetulan ini mengundang kebetulan lainnya untuk berkumpul. Pesan apa sebenarnya yang ingin disampaikan semesta tentang Sani kembar yang kini menguasai langit pilgub Jambi 2024 ini?.

Baca Juga :  Penghargaan Berbicara: Jejak Prestasi Al Haris Dari Pandemi ke Inovasi

Fiersa Basari, seorang novelis pop Indonesia yang juga musisi, dalam novel nya Garis Waktu (2016) menulis bahwa Kebetulan adalah “Takdir yang menyamar”. Maka tugas kita, sebagai orang yang berfikir, semestinya “Membongkar penyamaran takdir” Ini sedikit demi sedikit untuk kemudian menyampaikan kepada Ummat pemilih tentang pesan pesan rahasia ini.

Abdullah Sani, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Gubernur Jambi, telah menorehkan jejak panjang dalam dunia politik. Perjalanan kariernya, dari Wakil Walikota hingga menjadi Wakil Gubernur, mencerminkan konsistensi dan stabilitas yang jarang ditemui. Keterlibatannya dalam birokrasi dan kebijakan daerah telah memberikan Abdullah Sani pemahaman mendalam yang memperkuat kredibilitasnya di mata masyarakat. Di sisi lain, Saniatul, yang mendampingi Romi sebagai calon wakil gubernur, hadir dengan latar belakang politik yang solid. Sebagai istri dari mantan Bupati Tebo dan anggota DPR RI selama 2 periode dari Partai Golkar ini, ia telah mengarungi samudra politik dengan ketangguhan dan kecerdikan. Pengalamannya dalam legislatif dan eksekutif, ditambah dengan jaringan politik yang luas, menjadikannya kandidat dengan kapabilitas yang tidak bisa diremehkan. Saniatul adalah gambaran dari sinergi antara pengalaman dan visi.

Baca Juga :  Opini Musri Nauli SH : Orang Kayo Hitam 

Membedah dua calon wakil gubernur ini, sebenarnya tugas kaum berfikir. Kekuatan dan kelemahannya, kemanfaatan dan kemudharatannya, adalah alat ukur prinsipil yang bisa membuat mata kita bisa terbuka bahwa dua calon wagub yang saat ini masih berstatus bacawagub, akan dapat diidentifikasi mana diantara mereka yang terbaik layak pilih. Tetapi, ini takdir politik.

Takdir politik, di sisi lain, melihat keberadaan “Sani Kembar” ini sebagai sesuatu yang sudah ditentukan oleh jalur karier dan keputusan politik mereka di masa lalu. Dalam pandangan ini, keberhasilan atau kegagalan mereka dalam Pilgub Jambi 2024 bukanlah hasil dari kebetulan semata, tetapi hasil dari rangkaian keputusan strategis dan kerja keras yang telah mereka lakukan sepanjang karier politik mereka.Di Amerika Serikat, misalnya, keluarga Kennedy dan Bush menunjukkan bagaimana jaringan keluarga dan kebetulan nama bisa mempengaruhi karier politik. John F. Kennedy dan saudaranya, Robert Kennedy, keduanya memiliki karier politik yang signifikan dan pengaruh besar dalam politik Amerika. Begitu juga dengan George H. W. Bush dan George W. Bush yang keduanya menjadi Presiden Amerika Serikat dalam waktu yang berbeda.

Dalam dunia politik yang kompleks, kebetulan dan takdir sering kali menjadi dua sisi dari koin yang sama. Mereka yang mampu memanfaatkan kebetulan dengan strategi yang tepat sering kali bisa mengubahnya menjadi takdir yang menguntungkan. “Sani Kembar” adalah contoh dari fenomena dalam politik.

Baca Juga :  UIN Jambi, Rektor dan Klaim yang Tak Berdasar

Adagium politik menyebutkan, “Dalam politik, tidak ada yang kebetulan; semuanya adalah hasil dari strategi yang terencana.” Namun, apakah “Sani Kembar” ini murni kebetulan atau ada benang merah yang tak kasat mata yang menghubungkan takdir mereka? Kebetulan sering kali menjadi titik awal dari narasi politik yang lebih besar. kebetulan kecil bisa memicu perubahan besar dalam struktur politik.Kebetulan dalam politik sering dianggap sebagai hasil dari serangkaian peristiwa yang terjadi tanpa rencana yang jelas. Namun, kebetulan ini dapat memiliki dampak yang signifikan. Seperti teori chaos yang menyatakan bahwa peristiwa kecil bisa memicu perubahan besar (efek kupu-kupu), kebetulan dalam politik bisa mengarahkan opini publik dan mempengaruhi hasil pemilu.

Sani yang mana yang lebih bisa menerjemahkan pesan pesan langit? Apakah Sani yang representasi keterwakilan gender, atau Sani yang mewakili simbol religiositas? Apakah Sani yang matang di eksekutif, atau Sani yang piawai di legislatif. Seolah olah semesta memberi kode kode menarik bahwa “ini bukan masalah Romi dan Haris”, Tapi pilihan pemimpin kali ini mesti merujuk pada wakil yang diusung. Wakil mana yang lebih berkualitas dan baik dipilih? Sampai disini langit tak lagi memberi tanda pilihan. Semiotika langit memang jarang memberi intruksi tegas karena perbedaan alam dunia dan akhirat memiliki definisi pembatas yang kabur. Absurditas ini tentu sedikit menjengkelkan bagi detektif politik tanpa senjata, seperti kita kita.

Bersambung…

*Kolega Forum, Eksponen Kompak