Oleh : Musri Nauli

Zabak.id, OPINI – Akhir-akhir ini, Berita dan peristiwa pengangkatan Pejabat Bupati di 3 kabupaten, pengangkatan OPD dan “evaluasi” terhadap kinerja OPD menjadi tema yang ditunggu-tunggu masyarakat.

Terlepas dari polemik, isu yang bersileweran ditengah masyarakat, berbagai peristiwa yang terjadi tentu saja menimbulkan “degub” ditengah masyarakat.

Sebenarnya ketika awal-awal setelah dilantik, Al Haris-Sani sudah memberikan pernyataan Penting. Tidak semena-mena menggantikan OPD setelah dilantik.

Al Haris-Sani memberikan kesempatan kepada Seluruh OPD untuk membuktikan kinerjanya. Sekaligus memberikan kesempatan kepada Seluruh OPD agar dapat mencapai percepatan program-program Dumisake.

Namun ternyata pernyataan penting Al Haris malah dianggap angin lalu. Beberapa OPD justru malah terjebak dengan ritme dan pola kerja yang lama.

“Terlalu Santai, bang”, kata Al Haris menumpahkan kekesalannya. Akupun diam. Sembari menikmati semprotannya yang mungkin menunjukkan kekesalan dengan lambatnya capaian perintah langsung dari Al Haris.

Baca Juga :  Menolak Islamic Center, Menolak Identitas Jambi: Sebuah Pilihan yang Merugikan

Sektor-sektor publik ternyata menyisakan tanya. Mengapa “Sidak” Al Haris ke Rumah Sakit Umum Raden Mattaher ternyata tidak juga diimbangi dengan perbaikan ?

Atau kembali sidak ke SMU Titian Teras yang menunjukkan Sampah yang berceceran yang menimbulkan rasa malu kepada sekolah prestisius Provinsi Jambi.

Benar. Berbagai OPD Sudah diganti untuk mengembalikan semangat. Pelayanan publik.

Namun itu belum cukup. Hingga awal Mei, berbagai program Dumisake Malah terjebak dengan mekanisme administrasi dan aturan yang membuat program ini kembali tertatih-tatih.

Sudah hampir setahun paska dilantiknya Al Haris-Sani sebagai Gubernur-Wakil Gubernur Jambi. Sudah hampir setahun pula OPD yang Masih Tetap di jabatannya “harus” menunjukkan kinerja.

Sekarang Sudah saatnya harus dievaluasi.

Terhadap pejabat OPD yang jauh dari harapan publik terutama didalam target-target capaian program Jambi mantap harus dievaluasi.

Sudah saatnya, kinerja yang membuat Program menjadi mandeg haruslah dicarikan penggantinya.

Baca Juga :  Mubes HIMA IH UNJA Tidak Transparan? Legitimasinya Dipertanyakan

Sebenarnya ada wacana untuk “meminta” kaum akademisi untuk mengisi jabatan-jabatan Penting. Mekanisme penggantian OPD mengingatkan dengan istilah yang sering digunakan didalam mekanisme ketatanegaraan. Zaken Kabinet.

Menurut Literatur, zaken kabinet adalah kabinet yang berisikan jajaran menteri yang berasal dari Ahli. Biasanya sering dilekatkan dengan kaum akademisi.

Interest dengan kaum akademisi justru akan meminggirkan dari interest menteri dari kalangan Partai atau politisi.

Namun berbeda dengan Zaken Kabinet, Presiden dapat mengangkat dan memberhentikan Menteri dengan kekuasaan dan keistimewaan penuh. Biasa dikenal dengan istilah “hak preogratif’.

Sedangkan terhadap jabatan OPD, Para Kepala Daerah Tetap tunduk berbagai regulasi.

Entah harus melalui tahap fit and propertest, rekomendasi KASN, mekanisme Baperjakat dan berbagai regulasi yang kemudian “membatasi” Kepala Daerah tidak boleh sewenang-wenang mengangkat dan memberhentikan.

Dengan demikian, terlepas adanya kekuasaan Kepala Daerah untuk mengangkat dan memberhentikan OPD namun tetap tunduk dengan berbagai mekanisme.

Baca Juga :  Strategi LARIS Akan Mampu Atasi DIMINTA

Kembali kepada pemikiran untuk “meminta” akademisi mengisi jabatan-jabatan OPD.

Secara pribadi, saya tidak pernah melihat latar belakang. Apakah berasal dari birokrat ataupun dari akademisi.

Namun yang dilihat adalah kinerja, cara pandang bekerja di birokrat, tangkas dan cepat mengambil keputusan hingga dinamis didalam membangun relasi dengan berbagai pihak.

Interaksi saya selama ini dengan para OPD baik yang berasal dari birokrat maupun yang berasal dari akademisi memiliki kelebihan masing-masing.

Kekuatan dari birokrat adalah menguasai substansi, teknis dan kerjanya terampil. Sedangkan dari akademisi memiliki kekuatan substansi, kaya literasi dan tentu saja memberikan perspektif yang kuat.

Namun ketika kemudian disodorkan satu atau dua orang akademisi, maka yang harus dibutuhkan adalah kerja cepat menyesuaikan dengan irama birokrasi.

Dan tentu saja mengimbangi kerja-kerja Gubernur yang memang lincah bekerja.

Selamat bekerja, Pak Gub.