Oleh:

Firman Syahputra S. S.Pd*

Zabak.id, OPINI – Demokrasi memang bukan satu tatanan yang sempurna untuk mengatur peri kehidupan manusia. Namun sejarah di manapun telah membuktikan, bahwa demokrasi sebagai model kehidupan bernegara memiliki peluang paling kecil dalam menistakan kemanusiaan. Oleh karena itu, meskipun dalam berbagai dokumentasi negara ini tidak banyak ditemukan kata demokrasi, para pendiri negara sejak zaman pergerakan berusaha keras menerapkan prinsip-prinsip negara demokrasi bagi Indonesia.

Tiada negara demokrasi tanpa pemilihan umum (pemilu), sebab pemilu merupakan instrumen pokok dalam menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Sesungguhnya, pemilu tidak saja sebagai arena untuk mengekspresikan kebebasan rakyat dalam memilih pemimpinnya, tetapi juga arena untuk menilai dan menghukum para pemimpin yang tampil di hadapan rakyat. Namun, pengalaman di berbagai tempat dan negara menunjukkan bahwa pelaksanaan pemilu seringkali hanya berupa kegiatan prosedural politik belaka, sehingga proses dan hasilnya menyimpang dari tujuan pemilu sekaligus mencederai nilai-nilai demokrasi.

Baca Juga :  Anak Rantau Pulang Kampung untuk Bangun Negeri

Sebagai sarana untuk mengganti pemerintahan, maka penyelenggaraan pemilu tidak bisa dilepaskan dari partisipasi masyarakat. Apakah itu partisipasi masyarakat secara mandiri atau sendiri-sendiri, atau partisipasi masyarakat yang terkonsolidasi dan terlembagakan. Di Indonesia, pasca jatuhnya rezim orde baru, maka partisipasi masyarakat dalam melakukan partisipasi pada pemilu meningkat tajam.

Partisipasi masyarakat dalam pemilu yang melesat jauh merupakan cerminan dari harapan yang begitu besar setelah lepas dari rezim yang begitu tertutup dan otoriter di bawah kepemimpinan Soeharto. Pemilu 1999 sebagai pemilu pertama pascareformasi menjadi titik penting dalam aktivitas pemantauan pemilu. Banyaknya inisiatif yang muncul dalam pemantauan pemilu, tentu saja menjadi fenomena yang sangat baik terhadap adanya kekuatan eksternal yang dapat mengawal pemilu berjalan diatas prinsip yang jujur dan adil.

Baca Juga :  Janji yang Tak Terealisasi

Strategi pelibatan dan partisipasi mesti didesain sedemikian rupa sehingga tepat sasaran. Pelibatan bisa dilakukan terhadap pemilih secara umum maupun kelompok masyarakat yang terorganisir seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelompok pemantau, organisasi masyarakat, universitas, sekolah dan kelompok masyarakat yang memiliki kesadaran politik untuk turut serta mengawal proses.

Dalam konteks ini, KPU bisa bekerjsama dengan stakeholders untuk mendorong terwujudnya partisipasi masyarakat yang besar. Misalnya mengajak LSM dan pemerhati politik di Jambi untuk bersama-sama bekerjsama mendidik masyarakat pemilih agar melek politik.

Baca Juga :  Pengaruh Money Politics Dalam Pemilihan Umum

Pihak KPU juga bisa melakukan sosialisasi ke kampus-kampus yang ada di Jambi dan sekaligus melakukan simulasi pemilihan di kampus tersebut. Dengan harapan masyarakat kampus yang telah terdidik dapat menyebarluaskan informasi ini kepada masyarakat.

Atau bisa juga diambil langkah dengan mengajak para akdemisi dan peneliti di kampus-kampus untuk meneliti persoalan partisipasi pemilihan ini, sehingga hasil penelitian dapat digunakan untuk mengambil langkah ke depan dan bahan evaluasi.

Setelah upaya-upaya ini dilakukan, maka semoga saja dapat meingkatkan patrisipasi masyarakat pemilih di Jambi agar lebih semangat dan ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan pemilu dengan sadar dan bebas.

*Pembina OSIS SMAN 3 Tanjung Jabung Timur