Oleh: Ansori Barata*

Zabak.id, OPINI – Dalam minggu minggu terakhir, pasca pendaftaran calon Bupati dan Wakil Bupati Tanjung Jabung Timur 2024-2029, peta politik mulai berubah. Baik Laris maupun Diminta mulai sama sama menghidupkan mesin. Apa yang tercipta sebelumnya bahwa pasangan Diminta menguasai arena, sedikit demi sedikit mulai diwarnai oleh gerakan Laris yang “semakin kesini semakin mewarnai” Bahkan angka persentasenya bisa dikatakan 50:50 untuk menjelaskan bahwa dua paslon ini “sama sama menguat”. Diksi menguat sengaja penulis pilih untuk menunjukkan status dinamik sedang terjadi dalam suasana pilbup Tanjab Timur.

Isi yang paling kuat muncul adalah Visi Misi berikut program kerja calon yang di tingkat timses sering jadi debat panjang untuk saling mengungguli, isu lain yang tak kalah menarik adalah opini pengamat politik yang sebagian bisa dianggap terlalu -terbata bata dan tergesa gesa- memberi point kemenangan, ini mungkin karena faktor keberpihakan yang sementara waktu langsung mengeliminasi objektivitas.

Baca Juga :  SKK Migas dan KKKS Tandatangani MoU Penyedia Jasa Angkutan Penumpang Bersama Pelita Air Service dan Citilink

Objektivitas pengamat sering kali menjadi faktor kunci dalam memastikan bahwa proses demokrasi berjalan dengan sehat dan adil. Namun, ada kecenderungan di tengah masyarakat dan bahkan di antara pengamat, untuk membiarkan arah dukungan politik mengaburkan penilaian yang objektif. Karena itu opini pengamat politik sering terlihat memiliki sudut kemiringan arah tertentu, sesuatu yang sangat disayangkan di lapangan keilmuan.

Padahal, baik pasangan Laris maupun Diminta, keduanya merupakan putra terbaik yang memiliki visi produktif untuk masa depan Tanjung Jabung Timur. Program mereka dalam mengembangkan sektor nelayan, misalnya, menunjukkan bahwa keduanya ingin memperjuangkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Termasuk bidang Pendidikan, Kesehatan dan juga isu “eksavator” yang beberapa hari ini muncul dan jadi debat kusir, juga isu trah yang jadi perdebatan mubazir

Di sinilah pentingnya menjaga objektivitas. Pengamat politik, media, dan bahkan tim sukses, memiliki tanggung jawab moral untuk menilai dan menyampaikan informasi secara jernih. Tidak sepatutnya mencari-cari kelemahan lawan politik atau menciptakan narasi yang menjatuhkan. Sebaliknya, yang lebih esensial adalah menonjolkan kekuatan dan visi dari kedua pasangan calon. Ketika fokus diarahkan pada keunggulan program dan integritas kandidat, masyarakat dapat melihat dengan lebih jernih dan bijak dalam menentukan pilihan.

Baca Juga :  Kadis PUPR Provinsi Jambi Pastikan Pembangunan Jalan Tol Terus Berjalan

Timses, yang sering menjadi garda terdepan kampanye, juga memiliki peran penting dalam menciptakan iklim politik yang santun dan beretika. Bagaimana mereka memperlakukan lawan politik sangat mempengaruhi atmosfer pemilu. Mengkritisi program adalah hal wajar dalam demokrasi, namun itu harus dilakukan dengan cara yang beradab dan edukatif. Mengarahkan pemilih dengan cara yang informatif, tanpa memanipulasi fakta atau menyebar kebencian, menjadi salah satu cara efektif mencerdaskan masyarakat.

Dalam suasana seperti ini, pemilih bisa lebih tercerahkan. Mereka akan mampu menilai bukan hanya berdasarkan siapa yang tampak lebih kuat dalam retorika politik, tetapi siapa yang membawa visi dan program terbaik untuk masa depan Tanjung Jabung Timur. Ini adalah semangat demokrasi yang seharusnya kita jaga bersama: fokus pada keunggulan, bukan kelemahan, dengan tujuan akhir menciptakan masyarakat yang cerdas dalam memilih.

Baca Juga :  Teng! MK Tolak Gugatan PSI Soal Batas Usia Cawapres

Di ujungnya, Pilkada bukan soal menang atau kalah semata, melainkan bagaimana kita bisa menghasilkan pemimpin yang benar-benar mampu membawa perubahan dengan program yang benar benar terencana dan strategis.

Umar bin Khattab berkata : Jangan biarkan kecintaanmu kepada seseorang membuatmu buta terhadap kekurangannya, dan jangan pula kebencianmu kepada seseorang membuatmu tidak adil kepadanya. Pesan ini sangat relevan dalam kehidupan berpolitik saat ini agar tetap bersikap adil dan objektif meski dalam perbedaan pendapat.

Maka, tidak perlu mengobarkan segalanya untuk pendapat yang hanya pada tujuan praktis kekuasaan. Ingatlah bahwa kekuasaan itu ada masa nya, ada batas nya, sementara hubungan baik adalah sesuatu yang tidak bisa dibeli oleh waktu, ia dibesarkan oleh penghargaan yang tulus serta ucapan santun yang tidak dibatasi oleh emosi.

*Pengamat Sosial, Budaya, dan Politik, Eksponen 98, Jambi.