Zabak.id, OPINI – Tanggal 14 Mei 2023 adalah hari terakhir pendaftaran calon-calon legislative secara serentak di seluruh wilayah Indonesia. Calon yang mendaftarkan diri terdiri dari berbagai macam latar belakang seperti mantan aktivis organisasi, petani, pengusaha dan artis televisi yang banting setir mengadu nasib di dunia politik. Menjadi fenomena menarik bahwa tidak ada disparitas dalam mencalonkan diri sebagai calon wakil rakyat.

Arus kemajuan zaman yang disimbolkan oleh kecanggihan teknologi ternyata mampu mengubah aaru pertempuran politik pada pemilu 2024 mendatang. Fenomena migrasi publik figur menjadi caleg dari mulai tingkat DPR hingga DPRD yang didorong oleh para petinggi Partai Politik menjadi corak baru politik Indonesia. Ini disebabkan karena publik figur dianggap memiliki tingkat popilaritas yang tinggi dibanding kader parpol itu sendiri.

Baca Juga :  Opini: Ramadhan, Sejarah dan Karya Tuhan

Ini menjadi bukti bahwa lemahnya peran partai politik dalam melakukan penjaringan serta penggodogan para kader ideologisnya agar mampu membawa nama baik ideologi dan gagasan organisasi (partai).

Demokrasi tidak hanya diartikan melalui pengertian sederhana “Dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat”, tetapi partai politik harus menjadi fungsi dalam melakukan nominasi dalam merekomendasikan kader-kader terbaiknya untuk mengikuti kontestasi politik. Alasan ini pula yang menjadi pandangan bahwa kader partai kurang mampu membawa gagasan partai untuk kemajuan negara.

Tidak bisa dipungkuri bahwa suara rakyat merupakan penentu dalam hajat akbar per-5 tahunan ini. Ternyata sisi menarik yang ada pada pemilu 2024 mendatang ada sekitar 20 publik figur (selebriti) yang ikut serta menjadi calon legislatif. Partai menganggap mereka berpotensi mampu mendongkrak suara melalui tingkat popularitas individunya.

Baca Juga :  Mulyadi P Tamsir, sosok kader HMI Paripurna

Harusnya ini menjadi perhatian khusus bahwa dalam pengelolaan suatu negara tentu membutuhkan individu yang ideal. Individu yang dibentuk melalui proses penorganisasian, sehingga mampu memahami konsep dan gagasan ideologi organisasi. Bukan individu yang dicalonkan karena tingkat populaitasnya, melainkan individu yang memiliki jiwa nilai-nilai leadership serta komitmen dan integritas tinggi.

Maraknya selebriti yang berimigrasi menjadi kader partai politik secara instan tanpa menempuh proses pengkaderan dikhawatirkan menjadi masalah baru karena kurangnya pemahaman dalam menejemen organisasi serta tugas dan fungsinya sebagai kader partai. Urgensi bangsa saat ini adalah dimana seorang pemangku kebijakan harus mampu mengidentifkiasikan dirinya sebagai rakyat ditengah rong-rongan elit kapitalis yang berusaha masuk melalu jalur jalur birokrasi demi terpenuhinya hasrat dan kepentingan golongan mereka.

Baca Juga :  Problematika Pelaksanaan CSR di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Oleh karennya peran-peran aktivis begitu sangat dibutuhkan dalam menjaga nalar berpikir organisasi agar tidak terjadi anomaly dalam berjuang, namun sangat disayangkan hari ini yang terjadi bukan resonasi dilaektika anatar aktivis melainkan elit penguasa dan orang-orang yang memiliki akses kekuasaan yang menjadi rival dalam menduduki posisi strategis dibangsa ini.

Kalau mau jujur-jujuran sebenarnya hari ini partai politik telah kehilangan kepercayaan dari masyarakat secara umum karena dianggap sudah tidak mampu mengakomodir kepentingan-kepentingan rakyat. hal ini terjadi karena proses input pengelola negara yang diamanatkan pada partai politik sebegai filter dalam merekomendasikan kader-kadernya tidak lagi bersandar pada prinsip demokrasinya.

Oleh : Ari Opanda Ketum Cabang Serang