Oleh: Roland Pramudiansyah

(Ketua PERMAHI Jambi)

Zabak.id, OPINI – Dalam kerangka reformasi hukum yang tengah berlangsung, usulan mengenai penerapan Azaz Dominus Litis dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang diajukan oleh Jaksa kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) merupakan langkah signifikan yang perlu dibahas secara mendalam. Sebagai seorang mahasiswa hukum, saya memandang bahwa pendapat yang terkandung dalam usulan ini harus dilihat dari dua perspektif: satu sisi, sebagai upaya peningkatan efisiensi sistem peradilan, dan sisi lain sebagai potensi untuk memperkuat kedudukan jaksa dalam konteks proses peradilan pidana.

Azaz Dominus Litis, yang secara harfiah dapat dipahami sebagai “penguasa perkara,” pada dasarnya memberikan kedudukan yang lebih dominan kepada pihak jaksa dalam pengelolaan perkara pidana. Dalam konteks ini, jaksa bukan hanya sebagai penggugat, tetapi juga sebagai pihak yang dapat menentukan jalannya proses hukum, mulai dari penyidikan hingga penuntutan. Usulan ini memiliki relevansi yang kuat dengan tantangan nyata dalam dunia peradilan kita, di mana terjadinya pembiasan atas peran pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara sering kali terjadi. Dalam banyak kasus, perkara pidana sering kali terhambat atau bahkan mandek karena ketidakseimbangan dalam pengelolaan perkara tersebut.

Baca Juga :  Jalan Banyak Rusak, RH Dinilai Gagal Pimpin Tanjabtim

Sebagai penguasa perkara, jaksa akan memiliki peran yang lebih besar dalam memastikan agar proses hukum berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan kepastian hukum. Tentunya, hal ini membuka peluang untuk meningkatkan kualitas penuntutan dengan lebih memperhatikan substansi keadilan, daripada sekadar mengikuti prosedur administratif belaka. Penerapan Azaz Dominus Litis dalam sistem hukum kita juga bisa menjadi sarana untuk mengurangi dominasi pihak-pihak lain, terutama dalam hal kekuasaan yang tidak seimbang antara jaksa, hakim, dan pengacara.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan secara kritis. Salah satunya adalah potensi penyalahgunaan wewenang yang dapat terjadi apabila tidak ada pengawasan yang ketat terhadap tindakan jaksa dalam setiap tahapan perkara. Pemberian wewenang yang lebih besar kepada jaksa tidak boleh mengarah pada penindasan atau pengabaian hak-hak terdakwa. Oleh karena itu, penting agar pengawasan eksternal, seperti pengawasan oleh Komisi Yudisial, serta penguatan independensi hakim, tetap dijaga dengan baik.

Baca Juga :  Dihadapan Pecinta Sepakbola di Pematang Lumut, H Bakri: Hadapi Pemilu Dengan Damai

Dengan segala pertimbangan tersebut, hemat saya bahwa usulan penerapan Azaz Dominus Litis dalam RKUHAP merupakan langkah yang dapat memberikan dampak positif jika dilaksanakan dengan penuh hati-hati dan pertimbangan matang. Tentu saja, mekanisme yang transparan dan akuntabel harus menjadi dasar dari setiap kebijakan yang diambil dalam rangka reformasi peradilan ini. Dengan menjaga keseimbangan antara peran jaksa sebagai penguasa perkara dan pengawasan terhadap proses peradilan, kita dapat mencapai tujuan utama dari sistem peradilan pidana yang lebih adil dan efisien.