Oleh: Ansori Barata*
Zabak.id, FEATURE – Pukul dua belas malam, angin laut Tanjung Jabung Timur berhembus kencang, memecah keheningan yang melingkupi perairan yang dulu dikenal sebagai bagian dari rute sejarah fenomenal; selat malaka, kami biasa menyebutnya Selma. Untung sekali bukan angin Utara. Jika itu yang terjadi, dipastikan laut sepi. Jikapun ada, mungkin hanya dilakukan nelayan bermental tangguh, yang berani bertarung “mengais rezeki berisiko mati”.
Pompong melaju dengan kecepatan tinggi, menempuh ombak yang mulai kuat. Perairan Simbur Naik, ke arah selatan sekira 1 mil baru terlewati. Tujuan kami Kepulauan Alang Tiga, Riau, sebelah kanan Pulau Berhala, tempat nelayan suka mencari ikan. Saya dan 2 orang rekan sedang berada di sebuah pompong berkapasitas 4 ton, tergolong cukup besar, meski dengan kabin yang tidak bisa berdiri jika kita ada di dalamnya.
Pak Mahmud, seorang nelayan profesional, ia bersama kemenakannya Hamdan berprofesi sebagai nelayan murni, karena cuma itu yang bisa mereka lakukan. Mereka tidak memiliki lahan kebun sebagaimana kebanyakan penduduk Tanjung Jabung Timur. Itulah sebabnya mereka disebut nelayan murni. Dialek setempat sering membahasakan ini sebagai “asli pelaut”.
Dalam mencari ikan, Pak Mahmud memilih perairan dekat karena kapasitas pompong miliknya. Ikan ikan yang jadi sasarannya seperti Selangat, Gulama, Duri, dan terkadang Senangin yang cukup mahal. Bisa pula Bawal dan Udang PC yang tentu saja menggunakan model jaring berbeda.
Kamis, 12 Januari 2023. Saya dan 2 teman zabak. id ikut melaut untuk sebuah investigasi penting di media massa online tempat saya dan rekan bekerja. Kami ingin melihat kerja nelayan tradisional sekaligus Menginvestigasi kapal-kapal trawl yang banyak beroperasi. Kami ingin melihat dari dekat dan memastikan apa yang kami curigai itu benar bahwa kapal-kapal trawl masih banyak beredar, juga illegal thing yang banyak merugikan usaha domestik. Dan seiring meningkatnya fenomena ini, seiring itu pula Pol Airud Tanjung Jabung Timur gencar melakukan patroli dan memperluas area operasi.
“Memang jaring trawl itu hasilnya lumayan besar. Tapi kalau saya disuruh memilih, saya lebih suka dengan jaring biasa seperti ini Mbak. Untuk ikan Bawal, Senangin, Ya sedapatnya karena trawl itu merusak dan menghabisi ikan termasuk anak anak ikan, semua disikat. Trawl hanya menyisakan masalah” Ucap Pak Mahmud sore itu di kediamannya kawasan Parit Bom, beberapa jam sebelum kami berangkat. Ia menunjukkan berbagai jenis jaring miliknya. Ternyata tiap jenis ikan tertentu menggunakan model jaring yang berbeda. Sore itu banyak sekali ilmu tentang dunia nelayan yang kami pelajari dari Pak Mahmud, Pria paruh baya yang mampu membiaya 5 orang anak dengan dua di antaranya masih kuliah di Kota ambi.
Angin makin kencang, langit tampak hitam, ombak mulai besar dan tanda tanda hujan mulai tampak. Tiba-tiba suara mesin berubah melemah, sesaat normal kembali, terus terjadi beberapa kali sampai suatu ketika mesin mati lagi. Benar-benar mati. Terdengar suara Hamdan sedikit mengumpat. Kami maklumi rasa kesal Hamdan, ia masih cukup muda.
Hening, suara ombak mulai terasa menyeramkan. Pak Mahmud mencoba memperbaiki, mula-mula tampak ada harapan mesin hidup kembali, tapi kemudian mati lagi. Sampai hampir satu jam berlalu tidak ada perubahan. Pak Mahmud akhirnya menyerah. Kami yang tak terbiasa dengan masalah di laut mulai kebingungan. Cemas, seperti berada dalam kepungan awan hitam tanpa tahu jalan pulang.
“Tenang Mbak, Kita masih dekat dengan pantai, masih ada nelayan yang disekitar kita, juga biasanya Polair sering melintas kawasan ini, kita akan segera dapat bantuan”
Ucapan Pak Mahmud, sedikit mengatasi keresahan kami, membuat tenang walau gemuruh ombak menciutkan hati. Lampu pompong dihidupkan. Lampu charger berdaya 30 Watt yang menurut pak Mahmud bisa bertahan sampai pagi cukup menambah semangat kami untuk mempercayakan masalah pada Pak Mahmud, sepenuhnya.
Di hadapan, tampak laut hitam dihiasi gemerlap cahaya putih serpihan ombak membentuk pemandangan yang jarang terjadi. Satu dua lampu kapal nelayan tampak di kejauhan, ada yang semakin mengecil ada pula agak mendekat namun mengarah masuk ke kuala. Ombak terasa mulai besar, kami duduk di depan sambil berpegangan pada tiang dinding kabin. Sesekali tampak di arah kanan lampu mercusuar Ujung Jabung berpijar. Ternyata kami masih cukup dekat dengan pantai.
Pak Mahmud memutuskan menunggu pompong nelayan yang lewat untuk meminta bantuan alat pengapian mesin yang menurutnya tidak berfungsi, dan ia lupa membawa cadangan. Sambil duduk dan menunggu, Pak Mahmud bercerita jika akhir-akhir ini memang sering Polairud Patroli karena banyak tindak kriminal laut terjadi. Dari mulai Bajak laut, kapal pemasok barang ilegal dari luar negeri, illegal fishing menggunakan trawl dan baby Lobster. Ia tampak tenang bercerita, mungkin sudah biasa dengan kerusakan di tengah laut.
Sebuah kapal cepat dari kejauhan tampak bergerak ke arah kami. Itu kami ketahui dari lampu sorot yang digunakan. Meskipun malam, Pak Mahmud tahu itu kapal cepat atau speedboat. Semakin dekat tampak speedboat fiber berukuran meneng itu seperti menari, terombang-ambing dihantam ombak, namun tetap terlihat tangguh. Betul-betul berani para manusia di laut ini, saya membatin dalam hati. Setelah memastikan pandangannya, setengah berteriak pak Mahmud berkata itu kapal cepat Polairud.
Benar saja tak lama speedboat polair dengan kapasitas mesin 100 PK tampak di depan mata saya. Sebelum merapat, sang kapten berteriak menanyakan status dan masalah yang kami hadapi. Pak Mahmud dengan suara keras menjelaskan singkat.
Kapal cepat Polairud merapat, tampak sang kapten kapal terkejut melihat saya dan rekan. Saya kemudian menjelaskan siapa kami. Setelah mendengar penjelasan saya, sang Kapten patroli meminta salah satu anggotanya yang bertugas sebagai teknisi untuk membantu Pak Mahmud memperbaiki kerusakan mesin.
Sambil menunggu perbaikan, kami bercengkrama dengan sang kapten. Ia berusia menjelang 35, berwibawa dan tegas. Ia menceritakan kepada kami bahwa mereka baru saja dari arah air hitam laut yang dalam tugas menyusuri area pencarian nelayan hilang dua hari yang lalu. Ia mengatakan pula sejak dari jauh mereka melihat pompong yang kami naiki dan yakin ada kerusakan.
Ia pun menuturkan jika petugas patroli Polairud sama halnya dengan Nelayan; tiap hari bertaruh nyawa. Kadang mereka menghadapi ganasnya ombak, kadang resiko kerusakan kapal yang suatu waktu bisa saja terjadi. Ia banyak pula menjelaskan tugas tugas Polairud lainnya, yang sesungguhnya baru saat itulah kami ketahui betapa beruntungnya kita memiliki Polairud.
Pernah satu ketika, katanya dalam kegelapan malam, tim patroli dari Pol Airud Tanjung Jabung Timur melakukan tugas yang penuh tantangan dan risiko: mencegah praktek illegal thing, barang selundupan. Pada malam itu, polairud tidak hanya mengandalkan pengalaman, tetapi juga ketajaman intuisi. Mereka menyusuri jalur perairan yang rawan, tempat di mana kapal-kapal pembawa barang selundupan beroperasi.
“Terkadang dari kejauhan, kami mendeteksi sebuah kapal yang penuh muatan di tengah laut sedang menuju tanjung, jauh dari jalur normal kapal biasa. Insting kami jelas berkata, ini mencurigakan. Namun saat itu kami juga tahu, bahwa mereka tidak hanya menghadapi kapal penyelundup yang melanggar hukum, tetapi juga mungkin menghadapi kelompok yang tidak segan-segan melakukan perlawanan” Ujarnya.
Namun ia menjelaskan pula bahwa keberanian mereka dalam menegakkan kebenaran dan tugas tidak terbentuk dalam sehari, melainkan dari latihan dan pengalaman bertahun-tahun. Ia juga menceritakan beberapa kali menggagalkan penyelundupan baby lobster yang sangat mahal itu.
“Ini bukan hanya soal penegakan hukum, ini juga soal menjaga laut kita dari perdagangan gelap serta keberlanjutan laut kita untuk generasi mendatang,” katanya penuh semangat.
Dari sang kapten speedboat polairud itu kami akhirnya semakin memahami tugas polairud yang cukup luas. Ia menjelaskan ; Polisi Perairan (Polair) atau Satuan Polisi Air dan Udara (Satpolairud) adalah unit khusus dalam Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas menjaga keamanan, ketertiban, dan penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia.
Untuk menjalankan fungsi utama tersebut, beberapa tugas-tugas utama Polairud menurutnya antara lain :
- Patroli Perairan, yaitu melakukan patroli di wilayah perairan untuk mencegah dan mendeteksi tindak kriminal, seperti penyelundupan, pencurian ikan (illegal fishing), serta kegiatan ilegal lainnya.
- Penegakan Hukum yang mendefinisikan bahwa polair bertanggung jawab atas penegakan hukum di wilayah perairan, termasuk penangkapan dan penyelidikan terhadap pelaku kejahatan maritim.
- Penyelamatan dan Evakuasi. Melaksanakan operasi penyelamatan (SAR) untuk korban kecelakaan di laut atau perairan, serta membantu evakuasi saat bencana alam yang melibatkan wilayah perairan.
Malam itu kami berbincang serius ditengah gelombang yang cukup kuat. Meskipun terlihat lelah karena semalaman patroli, tim Pol Airud tampak merasa puas. Walaupun tidak menemukan kapal yang mereka buru, namun mereka mengungkapkan rasa bahagia bisa bertemu dan mencoba membantu perbaikan mesin pompong nelayan yang kami tumpangi.
Sang kapten juga menjelaskan bahwa apa yang mereka lakukan pada dasarnya tidak hanya sekadar menjaga laut namun juga harus aktif membantu manusia yang hidup dan bergantung di laut. Saat beroperasi, ia tahu mana kapal nelayan yang bermasalah dan butuh pertolongan dan mana kapal yang mencurigakan.
“Selain menjalankan tugas dan fungsi pol airud, termasuk yang terpenting adalah menjadi petugas kemanusiaan di laut lepas dengan memberi bantuan kepada manusia/nelayan yang membutuhkan pertolongan” ujar sang kapten kapal cepat yang belakangan kami ketahui bernama Dedi tanpa menyebut pangkat kepolisianya.
Hampir satu jam perbaikan, akhirnya Mesin bisa dihidupkan. Tampak tangan teknisi kapal patroli polairud dan Pak Mahmud berwarna hitam kotor terkena oli mesin saat memperbaiki kerusakan.
“Bapak menggunakan mesin lama. Walaupun berkualitas baik, namun rentan dengan masalah karena usianya. Ini hanya perbaikan darurat. Sebaiknya malam ini pulang dulu Pak” ujar sang teknisi kemudian.
Akhirnya, kami memutuskan pulang. Cita cita menyaksikan kegiatan trawl dan penangkapan ikan nelayan kecil kami tunda minggu depan. Pak Mahmud putar arah balik arah ke Kuala Nipah Panjang. Ombak mulai reda, pompong yang kami gunakan kembali membelah malam, hari menunjukkan pukul 03 dinihari, tidak banyak lagi terlihat lampu kapal nelayan.
Sekira 45 menit menempuh perjalanan, kami sudah mulai memasuki kuala, sayup sayup terdengar dari arah belakang suara kapal cepat mendekat. Meski gelap saya merasakan itu kapal cepat Polairud yang tadi menolong kami. Sampai beberapa menit kemudian kapal itu terasa berada disamping kami, beriringan sebentar, kemudian melesat meninggalkan kami dengan kecepatan tinggi kembali melanjutkan patroli ke arah yang lain. Sang Kapten kapal patroli Polairud sepertinya ingin menjelaskan bahwa mereka masih memantau kami dan memastikan kami selamat sampai di Nipah Panjang baru mereka melanjutkan patroli.
Di tengah hembusan angin kuala yang ringan kami semua tersenyum, bahagia ketika menyadari Polairud kita tidak saja menjalankan tugas antisipasi tindak kriminal laut, tapi lebih dari itu, polairud juga berperan penting dalam misi kemanusiaan di lautan luas. Polairud Tanjab Timur, ia seolah Lumba-Lumba Selat Malaka yang bisa saja hadir tiba-tiba ketika kita bertarung nyawa.
* Jurnalis Zabak.id