Zabak.id, TANJAB TIMUR – Kita harus banyak belajar dari rangkaian peristiwa “Bencana Alam” yang telah meluluh lantakkan negeri ini, dimana tidak sedikit korban jiwa dan kerugian harta benda harus tergerus akibat dahsyatnya Penomena Alam akibat sirkulasi Perubahan Iklim (Change Climate) dan Pemanasan Global (Global Warming) merupakan sebuah ancaman yang sulit untuk di prediksi oleh siapa pun, meskipun Badan Meteriologi dan Klimatologi Geofisika (BMKG) merupakan salah satu lembaga yang memiliki kewenangan dalam prediksi persoalan cuaca dan Penomena Alam yang terjadi di negeri ini.

Pertanyaannya adalah siapa yang harus kita salahkan????.

Kasus abrasi pantai misalnya yang terjadi di wilayah pesisir pantai Desa Air Hitam Laut, Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur, merupakan satu dari sekian banyaknya wilayah pesisir pantai yang mengalami tingkat abrasi yang sudah sangat memprihatinkan bagi kita semua, dimana banyak lahan masyarakat yang bernilai ekonomis harus terbuang ke laut secara cuma-cuma.

Baca Juga :  Hadiri HUT Kota Sungai Penuh, Maulana : Wisatanya Sangat Indah

Apalagi dari panjang garis pantai provinsi Jambi secara keseluruhan mencapai lebih kurang 219 kilometer, 90% atau 191 kilometer berada di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, sementara sisanya sepanjang lebih kurang 28 kilometer berada di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Fenomena Alam sudah menjadi perbincangan hangat bagi sejumlah aktivis penggiat lingkungan yang ada di planet bumi. Mereka begitu fokus melakukan penelitian dan kajian terhadap dua persoalan, yaitu masalah perubahan iklim (Climate change) maupun pemanasan global (global warming), terutama mengamati persoalan tentang mencairnya bongkahan es yang ada di kutub Antartika , sehingga di khawatirkan dapat menenggelamkan sejumlah kota-kota besar di dunia akibat tingginya permukaan air laut.

 

Kondisi Abrasi Pantai Desa Air Hitam Laut (Dok: Arie Suryanto);

Kasus abrasi pantai yang terjadi di Desa Air Hitam laut maupun di sejumlah wilayah pantai di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, bukanlah kali pertama terjadi, namun sudah berlangsung cukup lama dan terkesan sudah terjadi pembiaran dan bahkan pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur dalam hal ini Dinas Lingkungan hidup, Dinas Kelautan dan Perikanan saya pastikan tidak memiliki data-data abrasi pantai yang ada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Baca Juga :  Opini : Politik Baper dan Politik Panik

Hasil investigasi lapangan terkait abrasi yang terjadi di wilayah Desa Air Hitam Laut, dimana tersapunya sejumlah rumah masyarakat yang ada di bibir pantai, tidak terlepas dari adanya hantaman gelombang pasang laut, akibat Tanjung yang ada di Muara Sungai Air Hitam Laut ikut terkikis akibat abrasi pantai yang tidak terelakkan lagi.

Seharusnya Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Tanjung Jabung Timur hendaknya melakukan kajian dan mengambil data-data terkait penyebab kerusakan lingkungan di wilayah tersebut maupun yang ada di wilayah lainnya.

Baca Juga :  Berkat Perjuangan Gubernur Jambi Al Haris, Jalan Tol Jambi Jadi Prioritas

Untuk penangan kerusakan lingkungan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur, perlu ada penanganan secara serius, yaitu dengan membangun Alat Pemecah Ombak (APO) berupa batu Bronjong yang di pasang di bibir pantai sepanjang lebih kurang 200 meter menjorok kelaut sebagai benteng pengaman terhadap rumah-rumah yang ada di bibir pantai.

Seharusnya Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kelautan Perikanan, menggandeng para stakeholder yang peduli lingkungan untuk duduk bersama mengkaji berbagai persoalan yang berkaitan tentang bagaimana pengelolaan lingkungan di wilayah pesisir, bukan menjadikan aktivis lingkungan sebagai lawan akibat kritikan yang selama ini menjadi sorotan.

Semoga dengan adanya narasi ini, di harapkan mampu bersama-sama mengatasi persoalan abrasi yang terjadi di wilayah pesisir di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Tidak ada yang harus kita salahkan, namun yang terpenting bagaimana kita menyelamatkan.(Arie Suryanto)