Oleh: Ansori Barata*

Zabak.id, OPINI – Seolah-olah Pilkada Tanjab Timur kali ini menjadi laga Tandang (Away) kubu Laris ( Laza-Aris) menghadapi tuan rumah pasangan Diminta (Dilla-Muslimin Tanja) sebagai pemilik laga Home (Kandang) Pilbup Tanjung Jabung Timur 2024. Suatu pertarungan berimbang, ” Goat melawan Goat” Ucap seorang pesohor politik di Kota Jambi, yang diidentifikasi sebagai Greateast of all time.

Sekalipun begitu, Laris yang datang sebagai Pemain Naturalisasi (Laza) PAN dengan seperangkat kejayaan masa lalu, track record keluarga politik yang mentereng, dan gesture tim yang tangguh terlihat siap menghadapi “Diminta” yang diduga telah menguasai seluruh selak beluk lapangan politik daerah ini, dari mulai menangkap isu pesisir hingga riak isu di kalangan elit dan perkotaan yang sudah digarap sejak 2 tahun lalu oleh Muslimin Tanja dan Loyalis Dilla yang sudah mengakar, praktis, “Diminta” adalah tim Superior.

Termasuk Dilla sendiri yang sebenarnya merupakan pemain naturalisasi dari NasDem, yang diketuai Wakil Bupati yg saat ini masih menjabat membuat ilustrasi kita makin jelas bahwa Diminta merupakan tuan rumah, ditambah dukungan Romi Haryanto Bupati menjabat saat ini yang menurut isu beredar memberi dukungan kepada Dilla Muslimin Tanja (Diminta).

Sekalipun dukungan Romi tidak terkonfirmasi, namun kecenderungan menunjukkan, penguasa daerah mendukung “Diminta”. Riak riak di lapangan menunjukkan ini sebagai bukan rahasia umum. Fenomena dukungan dari pejabat, aparat pemerintah dari kecamatan hingga desa kini semakin santer terdengar.

Menariknya, termasuk dukungan pejabat atau politisi berpengaruh yang sebentar lagi mengakhiri masa jabatan, semua bisa menjadi mubazir karena pejabat yang berkuasa ini sebentar lagi tidak memiliki kekuatan politik karena jabatan akan segera berakhir yang dalam percaturan politik dikenal sebagai “Lame Duck

Mental Laga Tandang

Perhelatan yang akan dilaksanakan di Stadion Demokrasi Tanjung Jabung Timur melalui loker-loker kotak suara oleh lembaga penyelenggara KPUD Tanjung Jabung Timur yang diketuai Khodijatul Qubra ini dipastikan akan berlangsung sengit, penuh taktik, adu strategi dan tentu saja adu “amunisi” plus adu imajinasi dalam membangun ritme pertarungan.

Alasan bahwa ini adalah laga tandang “Laris” bisa dirujuk pada jersey yang dikenakan. “Laris”, jarang sekali berpakaian biru, sebagai warna partai pengusung utama, ia memakai seragam putih yang bukan warna kebesaran partai (kandang) tapi lebih sebagai signal tamu yang berkunjung.

Sementara kubu “Diminta” yang kerap tampil dengan warna kuning khas pakaian ASN seolah-olah menunjukkan bahwa mereka (diminta) didukung oleh satuan taktis ASN. Tak ada yang bisa menduga, dan bukan pula direkayasa, jika kecenderungan pemakaian uniform ini bisa jadi karena efek psikologi yang secara tak sadar membentuk tindakan. Tentang jersey ini, bisa jadi hanya kebetulan atau mungkin sebuah simbol yang berisi pesan khusus.

Seolah olah ini laga tandang, padahal Laris memiliki mayoritas suporter ( baca Parlemen). Justru sebelumnya, “Diminta” lah yang datang dengan terseok-seok mencari dukungan partai, dan ini memberi kesan sangat jauh dari prestise tuan rumah. Namun beruntungnya, di fase knock out, ketika di sana sini para calon Bupati berguguran satu persatu di berbagai daerah, “Diminta” malah berhasil meraup dukungan dari mayoritas distribusi partai. Setelah sebelumnya Dilla dan Muslimin menyatakan berkoalisi sebagai pasangan.

Dan selanjutnya, perubahan dinamika terjadi, Pasca pendaftaran, berbagai gebrakan dibuat kubu “Diminta”, dalam dua minggu pertama voters di media menjadi milik “Diminta”, ditambah kekuatan “aparat” yang ikut membantu diminta yang sekali lagi tidak dapat dikonfirmasi, menjadikan “Diminta” pada ketika itu menempati elektabilitas yang sangat tiggi, sekalipun diwarnai isu netralitas ASN, namun “Diminta” tidak bergeming dari puncak popularitas. Sementara itu, perlahan demi perlahan mental tim Laris, semakin hari semakin kuat dalam menyuarakan spirit Bangkit Samudra.

Baca Juga :  Jelang Ramadhan, Wagub Abdullah Sani Sidak Pasar Angso Duo

Lame Duck, Bebek Lumpuh.

Istilah ini digunakan untuk menunjukkan bahwa pejabat yang masih menjabat tidak lagi memiliki kekuatan politik yang sama karena akan segera digantikan. Lame duck sering kali dianggap kurang efektif dalam mengambil keputusan yang strategis karena kurangnya dukungan politik dan masa jabatannya yang akan segera berakhir. (Wikipedia).

Dalam politik, bebek lumpuh atau politikus yang segera pergi (outgoing politician) adalah sebuah ambigu. Seorang politikus yang segera pergi sering kali dipandang kurang berpengaruh dengan politikus lainnya karena jabatannya akan berakhir sekalipun di sisi lain, dukungannya juga diperlukan. Karena dan untuk inilah, ia disebut Bebek lumpuh.

Fenomena lame duck bisa jadi sangat memengaruhi kontestasi pilbup Tanjab Timur, namun ada baiknya dua kubu tidak mengambil keuntungan dari ini atau mengalami ketakutan plus kekhawatiran yang panjang dari lame duck.

Kubu “diminta” Misalnya, sudah harus meninggalkan ketergantungan terhadap Romi, yang bisa saja pasca cuti 25 September nanti, atau karena sudah akan berakhirnya jabatan, Instruksi politik Romi tidak berpengaruh lagi, dan ini berbahaya bagi “Diminta” Yang terlanjur berharap dengan kekuatan politik Romi yang sebentar lagi memasuki status Lame Duck.

Begitu juga Laris, tidak perlu phobia dan terus mempermasalahkan isu dukungan ASN atau keberpihakan Romi. Justru Laris harus bisa memanfaatkan moment ini untuk melatih kemandirian Tim. Jika dihitung-hitung, suara ASN tentu tidak begitu signifikan. Membiasakan tidak mendapat bantuan sistem akan membuat Laris akan lebih mengalami percepatan pertumbuhan tim dengan striker striker andalannya yang dalam 3 minggu terakhir terlihat matang dan fokus.

Adapun ASN juga tidak mesti khawatir dalam bersikap. Pilihan harus ditegakkan dengan penuh keberanian. Politik adalah kekuasaan dan kekuasaan akan berubah, apa yang ia yakini akan menjadi penentu masa depan sebaiknya tanpa takut harus diperjuangkan, meskipun perjuangan ASN “terbatas” tidak melanggar aturan. Dan pilihan politik itu harus terbentuk dari sekarang untuk memperkecil risiko masa depan. Jadi, sudah saatnya dua kubu, bahkan masyarakat pemilih, termasuk ASN dalam pilbup kali ini mengedepankan sikap “free and fair election“. Netralitas ASN harus memiliki pengertian, tidak aktif mendorong kubu tertentu, sekaligus tidak tunduk pada tekanan kelompok tertentu, inilah netralitas yang ideal.

“Diminta” harus melebarkan kesan kemandirian nya tanpa perlu berharap pada kelompok ASN atau aparat pemerintah baik tingkat desa maupun hingga lokus terkecil RT karena ini bisa saja akan menjadi jebakan tak terduga yang berubah segera ketika “Lame Duck” mulai berlaku dan disadari sebagai keniscayaan yang sangat bisa termakan sempurna oleh aparat atau pun oknum pejabat termasuk pegawai pemerintah yang selama ini ingin bebas dari tekanan.

Selain itu, ketatnya hakim garis yang dikomandoi oleh bawaslu dan mata mata media juga menjadi alasan bahwa ada baiknya dua kubu segera meninggalkan ketergantungan berikut ketakutan terhadap isu ASN. Terserah mau kemana, sudah saatnya kita memberi kesadaran politik kepada warga, ASN harus kembali kepada fungsinya sebagai pelayanan publik, dan masyarakat umum harus dilibatkan secara aktif dalam kesadaran pemilih. Karena masyarakat umum lah yang sesungguhnya jadi subjek dan objek utama demokrasi.

Kekuatan Dua Tim dan Pengaruh Zola

Eleven starting telah ditunjuk, Roby Nahliyansah dari kubu “Diminta” Dan Ambo Tang dari kubu “Laris” Yang didaulat sebagai kapten masing masing tim. Nama yang pertama seharusnya lebih cepat cuti, dan nama yang kedua kehadirannya ckup kontroversi bagi pengamat, mengapa ini dihadirkan. Jangan jangan Zola sebagai playing maker tengah berhalusinasi dengan kejayaan masa lalu. Namun Zola bukan politisi abal abal. Sebuah komentar di WA grup menulis, “Tanpa Zola Dia Bisa Apa? ”

Baca Juga :  Sinergi Kades dan BPD Menuju Desa Mandiri: Sekda Tanjung Jabung Barat Berikan Arahan Dalam Rakor

Tanpa Zola dia Bisa apa? Pernyataan yang menarik untuk diulas. Zola menyadari, jika Laza termasuk pioner baru dalam politik. Zola juga menyadari, medan Tanjabtim adalah daerah yang sangat berbeda dengan kompleksitas masalah dan tantangan geografis yang sempurna. Zola juga menyadari jika lawan yang dihadapi sang Adik bukan lawan mudah semudah ia menundukkan HBA kala itu.

“Diminta” Adalah kandidat dari Koalisi superior, Dilla dengan loyalisnya yang terdistribusi merata, muslimin dengan jaringan keluarga tersebar dan kemampuan taktis mapping nya yang sudah go nasional, juga tim Diminta; Roby Nahliyansyah penguasa Mendahara, Tanja di Sadu, Nipah, Lambur, Mahruf d Geragai, loyalis dilla yang on fire, termasuk dukungan penguasa Romi menambah superioritas Diminta, di mata siapapun ketika itu.

Dan Zola melihat itu. Maka adalah pilihan tepat ketika Zola dari sejak awal hingga kini terus mengawal Laza dan Aris, ikut terjun ke daerah, ikut berbicara, dan ikut bersosialisasi kepada warga, khas Zola.

Zola sedang menghimpun koneksi masa lalu nya bersama Ambo Tang, tentu saja tak satupun titik wilayah yang tak diketahui Zola. Jika ia lupa, maka warga yang mengingatkannya. Sekalipun yang ditinggalkan Zola adalah kenangan manis berikut pahit, namun nama Zola tidak bisa dibantah masih tersimpan di memori masyarakat Tanjab Timur, inilah modal terbesar Laza dan Ariz, Zola efect bukan omong kosong.

Dribbling Haji Nahar versus Defender Andi Wahyu

Di kubu tim Laris, Haji Nahar, ekspatriat asal Pinrang, Sulsel yang menetap di Dendang ini cukup piawai memainkan perannya sebagai striker tangguh yang acapkali mampu memberi sugesti berani kepada massa lewat kegiatan kegiatan “Laris” yang secara konsisten ia unggah di sosial media.

Dalam percakapan WA grup sering terlihat adu argumen antara Haji Nahar yang kerap berjibaku dengan Tim “Diminta” . Sekalipun ia sering terlihat sendiri di antara tim Laris Lainnya, namun ia tetap melayani perdebatan dengan tenang, kepada siapapun.

Menjadi menarik kemudian bagaimna Andi Wahyu yang mantan KPID jambi yang kini menjadi Jubir Muslimin Tanja dengan argumen berapi sering melayani perdebatan dengan hujjah nya yang cukup menyulitkan Haji Nahar. Di Tim Diminta, Andi Wahyu menjadi jenderal lapangan tengah, defender yang sering jadi full back dan paling intens menjaga kubu Diminta. Walau terkadang terkesan Andi Wahyu terjebak dalam dribling yang dimainkan Haji Nahar, namun Andi Wahyu mampu meredam setiap isu yang muncul. Dan pada akhirnya, debat yang masih berkutat pada Visi misi dan program kerja ini memang tidak menghasilkan apa apa, berakhir sepi, namun aura pertarungan ide kini semakin masuk dalam dua tim.

Dua loyalis ini, baik Haji Nahar Maupun Andi Wahyu, penting untuk dijaga oleh kedua tim, spirit dan loyalitas berada pada mereka yang tanpa jenuh terus saling berargumentasi. Ritme dan Dinamika berikut tempo gerakan Laris sering terlihat berada pada Haji Nahar ketimbang yang lain meskipun dalam perdebatan ia sesekali terlihat offside, namun perlu diingat juga, jika fillippo Inzaghi sticker AC Milan adalah Raja Offside yang justru menghasilkan 300 koleksi gol selama karirnya.

Kedepan, baik tim Laris maupun Diminta, perlu untuk menambah loyalis penting mereka seperti Haji Nahar di kubu Laris maupun Andi Wahyu di kubu Diminta untuk memperkuat daya tahan propaganda dan agitasi.

Dua Bulan Menjelang Bilik Suara

Memasuki babak kedua, yang ditandai hitung mundur dua bulan menjelang bilik suara, baik Laris Maupun Diminta harus evaluasi ulang antara pencapaian dan pengeluaran. Atau lupakan dulu pengeluaran karena budget politik termasuk ranah yang tabu untuk dikalkulasi.

Baca Juga :  Pemdes Majelis Hidayah Gelar Musrenbangdes Bahas Anggaran Tahun 2023

Pada tahap ini memang sulit untuk memberi gambaran matematis pencapaian dengan infografis yang signifikan. Namun ada peluang perhitungan yang harus dilakukan dua kubu dengan menerjunkan tim lapis kedua.

Tim lapis kedua bekerja di dua ranah berbeda, pertama bekerja di luar lapangan , ia memverifikasi temuan lapangan dan mengevaluasi hasil pencapaian babak pertama. Hasil kerja ini akan merekomendasi suatu keputusan penting berupa, merubah komposisi tim, menambah pasukan, atau merubah pola gerakan.

Tentu dua tim tengah mempersiapkan tokoh tokoh baru yang akan maju, dua duanya tokoh yang disimpan yang akan membuat gebrakan berbeda. Para Media Center harus segera dikeluarkan oleh kedua kubu. Skil pemain politik yang berani mengambil keputusan harus muncul di babak kedua, pemain haus goal dan pemain yang piawai dalam retorika lapangan. Mental pemain babak kedua adalah mental bertempur sampai habis.

Termasuk metode kunjungan, dua tim harus menghentikan kondangan demi kondangan. Karena bentuk sosialisasi yang sangat tidak edukatif ada di wilayah ini. Ketahuilah kondangan adalah bentuk perayaan kebahagiaan, sementara calon pemimpin hadir untuk mendengar jeritan masyarakat. Pihak pengundang biasanya mengundang untuk tujuan kebanggaan sebagai bentuk narsisme sosial. Ini bisa diganti dengan mengunjungi orang sakit, orang tua lemah, orang miskin dengan rumah tak layak, dan anak anak yang terlantar. Kunjungan seperti ini akan menghasilkan simpati sosial yang menjadi perbincangan wangi dari mulut ke mulut.

Para kandidat juga sudah mulai harus mempersempit isu program untuk menghasilkan impresi yang lebih dalam. Jika kubu lawan menggunakan wacana petani, kejarlah nelayan. Jika lawan ikut mengejar nelayan, dekati pedagang, jika lawan ikut ikutan merebut pedagang, segera tangkap petani dan nelayan yang ditinggalkan lawan, disitulah kemenangan.

Babak kedua adalah permainan psikologis, para tim bisa mengulur waktu, boleh melakukan diving, bisa pura pura terjatuh dan sakit serta bisa berpura pura lemah untuk serangan balik yang tiada duanya.

Ketahuilah, babak kedua, menuju dua bulan yang menentukan adalah saat perang psikologi, proxy war. Tanpa perlu debat program program yang sudah jenuh didengar masyarakat. Babak kedua adalah babak dimana psikologi massa harus diraih. Laris tidak perlu ragu berpose dengan kucing ketimbang dua mempelai. Ini mengarahkan suara para pecinta kucing di seantero wilayah, dan itu tidak sedikit.

Diminta harus inovatif mengunjungi dan duduk bersama penjual sarapan di pagi hari, ada berapa banyak pedagang pedagang kuliner pagi di Tanjab Timur. Dilla seharusnya bersepeda dan upload di media sosial, berapa banyak pecinta sepeda di daerah ini? Dan Aris, mungkin sesekali perlu mengendarai Pick Up L300 penuh muatan di jalan yang rusak, dan abadikan di sosial media, karena kita tahu, berapa banyak sopir dan keluarganya di Tanjab Timur yang sedang berjuang mengatasi hidup.

Kesan harus diraih, kepedulian harus ditunjukkan, mari hentikan kemeriahan atau pesta yang menghamburkan nikmat menjadi sia-sia karena masyarakat harus dibangunkan, namun pemimpin harus lebih dahulu hidup dalam ruang kesadaran. Raihlah simpati, masuk dalam ruang hidup sesungguhnya, dalam jeritan masyarakat yang paling menyentuh.

Dan perlu diingat, Prabowo mampu menyentuh hati pemilih bukan karena makan siang gratis, ia meraih simpati justru saat dijatuhkan, ketika ia dipermalukan, ketika mata nya berkaca kaca..

Dan Klik.. Seorang fotografer tim telah berhasil mengubah titik kritis menjadi kemenangan, tetapi itu tidak dibuat-buat.

*colega forum