Saniatul Latifah dan Abdullah Sani, The Twins of Sani. “Tokoh Kembar Pilgub Jambi 2024”

Menunggu “takdir politik” , membereskan “kebetulan politik”

Oleh: Ansori Barata*

Zabak.id, OPINI – Penyihir musik seperti Ahmad Dhani memang hebat. Baru baru ini ia mengcover lagu Rosanna, milik Band Toto yang berasal dari California. Lagu yang di release pertama kali pada tahun 1982 itu terdengar jauh lebih nikmat, indah dibanding originalnya. Slow rock- jazz berpadu, begitu harmonis.

Kepiawaian Ahmad Dhani memainkan dinamika, mengubah tempo, mengeksplor lirik yang ia suarakan dalam mulutnya membuat Rosanna jadi berbeda, begitu menentramkan para penikmat musik. Tetapi tidak dengan nada yang dimainkan oleh para politisi. Kadang-kadang nada itu penuh harapan, saat berikutnya menyakitkan, kali yang lain garing. Para politisi seringkali membuat tempo lagu menjadi lambat, panjang, dan melelahkan untuk ditunggu, terutama lagu yang beraliran rekomendasi. Ini jenis jenis lagu lama yang sedianya dilupakan tapi masih jadi “andalan” untuk dipertontonkan.

Babakan dalam politik juga sering memunculkan irama irama kelam. Apa yang tidak diharap tetapi terjadi, atau harapan yang sudah menguat tiba tiba tersendat, menjadi antiklimaks yang memahitkan selera makan. Begitulah politik. Groucho Marx, seorang penulis dan komedian Amerika dengan satir berucap “Politik adalah seni mencari masalah, menemukannya di mana-mana, mendiagnosisnya dengan salah, dan menerapkan solusi yang salah”

Apa kita sedang bertemu dengan masalah? Sampai detik ini, satu pasang calon yang digadang gadang bisa membunuh kekuatan petahana belum memiliki ketegasan dukungan selain angin harapan yang tidak juga berubah menjadi selembar kertas rekomendasi Partai. Bahkan, kehadiran Sani dan Sani calon wakil yang memiliki akar nama yang sama, kebetulan etnis sama, dan kebetulan arti nama yang sama -yakni kedua -tidak juga memunculkan “Ghiroh spritual politisi” untuk membaca tanda tanda langit bahwa ada pertarungan yang harus segera dirayakan dengan gembira. Kekhawatiran kita, diagnosa politik yang salah akan memengaruhi keputusan dukungan yang berakhir dengan “demokrasi kotak kosong”

Baca Juga :  Dumisake dan Penerangan Umum Tenaga Surya

Hipotesa kita menjadi sederhana, namun prinsipil. Haris-Sani mesti diuji, benarkah pasangan ini dalam tiga tahun menjabat sudah merupakan pilihan yang tak perlu diganggu gugat lagi? Dibiarkan bertarung tanpa seteru? Jika kita sepakat bahwa Demokrasi adalah kumpulan surat cinta warga pemilih dalam kotak suara, maka kita perlu mengetuk kesadaran para petinggi partai untuk tidak bermain perasaan dengan cinta pemilih. Beri ruang terbuka, beri hak-hak politik dengan cara sehat, dan hentikan tawar menawar yang tidak perlu, karena bukan hanya Paslon yang butuh kepastian, tetapi masyarakat Jambi, baik yang peduli atau tidak, kerap bertanya tanya, mengapa iklim politik kita selambat ini bergerak.

Fenomena dukungan partai yang datang di menit-menit terakhir terhadap calon kepala daerah sering kali terjadi karena beberapa alasan strategis dan situasional seperti Negosiasi Internal dimana partai politik mungkin mengalami proses negosiasi panjang mengenai siapa calon yang akan didukung. Kondisi politik yang berubah secara dramatis bisa juga menjadi alasan lain. Baik karena hasil survei terbaru yang berdampak pada popularitas calon, atau hal lain yang tidak layak diketahui publik. Partai mungkin menunggu hingga menit terakhir untuk memberikan dukungan berdasarkan situasi terbaru.

Dukungan menit terakhir bisa juga karena taktik strategis untuk memaksimalkan dampak kampanye. Seringkali dukungan diumumkan pada waktu yang paling menguntungkan untuk memanfaatkan momentum dan perhatian media. Petinggi partai juga mungkin menunggu hingga menit terakhir untuk memastikan bahwa memberikan dukungan kepada calon tertentu adalah keputusan yang menguntungkan. Ini termasuk menilai risiko politik, dukungan pemilih, dan dampak pada citra partai.

“Takdir politik” seperti rekomendasi partai hanyalah satu pencapaian dari sebuah proses, begitupula “kebetulan” Yang terjadi dalam proses politik bukan bentuk kesengajaan yang tidak perlu dibahas, Kedua-dua nya adalah Simbol. Jika yang pertama adalah realitas dari hasil pemikiran dan penilaian, maka yang kedua adalah intrik yang bisa memengaruhi takdir politik itu sendiri. Ia bisa berperan dalam membentuk narasi yang bisa memengaruhi keputusan pemilih, instrumen dalam menentukan pilihan.

Baca Juga :  Indonesia Setelah Invasi Rusia ke Ukraina

Sesungguhnya, “Sani”—Abdullah Sani dan Sani Saniatul Latifah—menyuguhkan gambaran menarik tentang bagaimana takdir dan kebetulan dapat diidentifikasi. Abdullah Sani, sebagai petahana Wakil Gubernur Jambi, mewakili stabilitas dan pengalaman eksekutif yang telah terbukti. Pengalamannya sebagai mantan Walikota dan Wakil Gubernur menunjukkan konsistensi dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun, setiap incumbent memiliki cacat yang tak tampak; aroma kekecewaan mungkin menghampiri apabila ekspektasi tidak sepenuhnya terpenuhi ketika menjabat. Takdir politik Abdullah Sani saat ini adalah cerminan stabilitas, konsistensi, dan keberlanjutan yang sudah teruji, sekaligus kritik yang tak bisa dihindari. Sani adalah kekuatan sekaligus sedikit kekecewaan, Inilah Sani yang pertama, fenomena incumbent.

Di sisi lain, Saniatul Latifah — sebagai sani yang kedua- hampir hampir muncul dengan wajah baru tanpa dosa, tanpa kritik. Ia tentu datang menawarkan dimensi baru, harapan baru. Meskipun latar belakang utamanya adalah legislatif, pengalaman mendampingi suami dalam eksekutif memberinya wawasan yang berharga. Sebagai calon Wakil Gubernur dari Romi Haryanto, Saniatul tidak hanya membawa perspektif legislatif tetapi juga simbol representasi gender yang kuat. Dalam konteks ini, kode langit mungkin mengarahkan pemilih untuk mempertimbangkan keberagaman dan inklusivitas yang dibawa oleh Saniatul. Sani yang kedua, memiliki opsi lebih memberi harapan jika tim pemenangan mereka bisa membranding Saniatul Latifah sebagai wajah lama yang baru dilahirkan kembali, tokoh menakjubkan bagi pemilih yang suka bermain main dengan harapan dan perubahan.

Tetapi untuk mewujudkan terjadinya pertemuan Duo Sani, peran partai sangat menentukan. Keputusan apakah ‘twins Sani’ akan bertarung dalam pemilihan ini atau tidak, ada di tangan mereka. Alam telah memberi tanda, dan diagnosa politik terbaru cenderung sepakat bahwa kotak kosong bukanlah lawan yang sehat. Fenomena kotak kosong hanya akan menyebabkan cedera pada demokrasi yang sulit disembuhkan, malah menumbuhkan infeksi ketidaknyamanan demokrasi.

Baca Juga :  Sirkuit Dibangun, Rumah Adat Terbengkalai

Petinggi partai harus menyadari bahwa kesehatan demokrasi adalah instrumen penting untuk kehidupan politik yang sehat dan berkelanjutan. Mereka harus memastikan bahwa Pilkada diisi oleh petarung nyata yang memiliki kemampuan dan visi untuk memimpin daerah dengan baik. Dengan kata lain, kotak kosong sebagai petarung khayali hanya akan merusak integritas demokrasi dan memperlemah kepercayaan publik terhadap sistem politik. Nelson Mandela berkata “Demokrasi bukan hanya soal hak untuk memilih, tetapi juga kesempatan untuk hidup dengan martabat.”

Harapan Nelson Mandela, adalah impian hati nurani dari politik yang soleh. Dalam konteks ini, para petinggi partai memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa demokrasi memberikan kesempatan yang adil dan bermartabat bagi semua calon, serta mencegah adanya cedera demokrasi yang dapat merusak sistem politik. Mereka harus mengupayakan agar Pilkada diisi oleh calon-calon yang layak dan kompeten, yang mampu membawa perubahan positif bagi masyarakat.

Demokrasi yang sehat membutuhkan kompetisi yang adil dan terbuka, di mana rakyat memiliki pilihan yang nyata dan berkualitas. Dengan demikian, para politisi harus berkomitmen untuk menciptakan iklim politik yang mendukung lahirnya pemimpin-pemimpin yang mampu memenuhi harapan dan aspirasi masyarakat. Hanya dengan cara inilah kita dapat memastikan bahwa demokrasi tetap menjadi sistem yang kuat dan berfungsi dengan baik.

Jika ini terwujud, maka Pilgub Jambi 2024 akan berlangsung sengit namun berwibawa. Siapapun yang terpilih, apakah Abdullah Sani atau Saniatul Latifah, ‘twins Sani’ tetap akan menjadi orang kedua, sesuai dengan nama mereka, Sani (yang kedua). Dan kita hanya bisa menunggu “takdir politik” dari tangan petinggi partai untuk membereskan masalah kebetulan ini, kebetulan yang mengharukan, seharu lagu yang dicover ciamik musisi kebanggaan kita Ahmad Dhani, Rosana.. Romi Saniatul yang menunggu waktu untuk berlayar.

… can see your face still shining through the window on the other sid…

Sekian.

*Colega Forum, Presedium Kompak